Desak Nyoman Suarti Emaskan Prestasi Seni Peraknya Di Dunia

Kejelian menangkap peluang bisnis dipadu dengan kekuatan “jiwa” dalam setiap produk yang dihasilkan adalah kunci keberhasilan Desak Nyoman Suarti mengekspor aksesori perak ke mancanegara dengan omset puluhan miliar Rupiah.

[IMOBEDUCARE] – Padahal, latar belakangnya bukanlah keluarga wirausaha. Ia justru lahir dari keluarga seniman. Kakek dan neneknya, Dewa Limbak dan Jero Nesa, dikenal sebagai pionir penari Legong Keraton. Sang ibu, Jero Gambir, terkenal sebagai penari Arja yang juga menempa Suarti menjadi penari andal. Sementara sang ayah, Dewa Putu Sugi, berprofesi sebagai pelukis. Alhasil, pada usia 10 tahun (1968), Suarti sudah menyabet juara satu Lomba Tari Taruna Jaya dalam Festival Gong Kebyar se-Bali.

Mengikuti jejak ayahnya, Desak Nyoman Suarti juga piawai melukis. “Saya merasa seolah-olah berada di surga saat mulai membuat goresan di atas kanvas,” tutur sulung dari tiga bersaudara ini. Perasaan itu, menurutnya, karena sebelumnya ia hanya bisa mencoret-coret tanah karena kemiskinan orang tuanya. Lukisan perdananya ini ternyata mengundang kekaguman seorang editor terkenal dari New York, Mr. Levine. Tidak hanya tertarik pada lukisannya, Levine juga mengupah Suarti kecil bersama grup tarinya untuk menari. Di kemudian hari Levine banyak membeli dan menjadi penggemar fanatik lukisan Suarti.

Perjalanan Suarti sebagai pengusaha sejatinya dimulai dari kepiawaiannya menari. Diawali dengan petualangan pertama ke luar negeri pada 1972 saat diajak bergabung oleh Anak Agung Gede Mandra, penari dan pemilik grup tari asal Peliatan, Ubud – yang sangat terkenal saat itu – menjadi Duta Kebudayaan Indonesia untuk ikut menari di Australia. Sejak saat itu, perjalanan Suarti melanglang buana seolah tak terbendung. Apalagi setelah ia diperistri Charles Levins, warganegara AS pada 1973, yang kemudian mengajaknya menetap di Singapura. Pemerintah Singapura kemudian memintanya menjadi pengajar tari Bali yang dilakoni Suarti sambil belajar fashion. Ia sempat menimba ilmu di Prett School of Design dan New York School of Design.

Mengembangkan Sayap Seninya Di Seberang

Seiring perceraiannya setelah 7 tahun menikah, Suarti memutuskan hijrah ke AS. Ia mulai berkiprah di New York Asia Society dan memantapkan diri untuk hidup di dunia seni dengan mengajar tari di seluruh universitas di AS. Ia kemudian menemukan jodohnya, Peter Luce, tahun 1983. Setelah menikah yang kedua kalinya, Suarti mulai menekuni dunia fashion dengan fokus mendesain dan membuat kerajinan berbahan baku perak. Bermula dari produksi kecil-kecilan dengan jumlah terbatas dan hanya dipasarkan di kampus tempatnya mengajar tari, bisnis kerajinan peraknya ternyata berkembang pesat di luar perkiraannya.

Namanya berkibar setelah ia mendirikan galeri kerajinan perak Balinesia Inc. di New York, 1986. Ia mengaku modalnya didapat dari hasil “proyek” Presiden Jimmy Carter, yang mengenalnya sebagai duta seni Indonesia. Ia juga sempat mengamen di restoran-restoran untuk menambah modal demi membesarkan usahanya. Suatu hari, seorang pengusaha terkenal yang juga pemilik gerai perhiasan terkenal di Fifth Avenue New York, Henry Bundle, tertarik mengajak Suarti bergabung menjadi model di toko milik Bundle yang menjual perhiasan dari para desainer terkenal di seluruh dunia.

Kiprah bisnis Suarti makin menjadi saat dirinya dipercaya memiliki gerai sendiri untuk memajang karya-karyanya dengan label Suarti Collection, yang mengantarkannya menjadi desainer perak kelas dunia. “Aksesori saya mampu berbicara sendiri,” ungkap Suarti tanpa bermaksud menyombongkan diri. Artinya, “Desain saya mengandung filosofi dan bermakna sehingga mempunyai ‘jiwa’,” tambah peraih Kartini Award 2007 ini.

Karena Memiliki “Jiwa”

Memiliki “jiwa”, kelebihan itu yang menurut Suarti menjadikannya bisa menyejajarkan diri dengan para desainer aksesori dunia lainnya yang secara teknis diakuinya jauh di atas kemampuan dia. “Secara teknis kami kalah jauh,” ia mengakui. “Jiwa” yang berhasil ditampilkan pada setiap desainnya, lanjut Suarti, lebih disebabkan kedekatannya dengan budaya Bali dan darah seni yang mengalir deras di tubuhnya sehingga ia lebih mudah berekspresi untuk menciptakan suatu desain.

Talenta dan kejelian mengendus peluang bisnis meluaskan garapan Suarti ke home accessories peranti makan dan perabot rumah tangga, seperti sendok garpu dan hiasan dinding. Juga makin menyebar ke pasar internasional seiring strategi pemasaran yang dikembangkannya lewat dunia maya. Tak pelak, ragam produk Suarti hadir di sejumlah situs belanja dunia.

Keberhasilan bisnis tak membuat Suarti melupakan akar seni tari. Di balik tubuh rampingnya, pemilik beberapa tato di tubuhnya ini aktif memimpin Forum Peduli Budaya Bali yang didedikasikan untuk melestarikan budaya Bali. Sebagai orang yang telah cukup lama berkecimpung di bisnis yang menjual seni, Suarti mengaku paham benar kalau telah terjadi kegiatan ilegal mematenkan motif tradisional. Sehingga untuk bisa memakai motif tertentu, perajin harus membayar sebesar nilai tertentu kepada pihak yang mempunyai hak paten. Ancaman hukuman dan penolakan dari negara pengimpor hasil kerajinan menurut Suarti cukup meresahkan para perajin. “Saya tetap pasang badan di barisan terdepan untuk menjaga warisan budaya leluhur kita. Jangan sampai di kemudian hari kita harus membayar pada pihak asing untuk bisa menggunakan budaya kita,” tutur Suarti.

Murah Hati, Murah Berbagi

Kepedulian Suarti untuk bisa maju bersama-sama ditunjukkannya dengan membuka lebar pintu komunikasi bagi yang tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang seluk-beluk bisnisnya mulai dari produksi hingga bagaimana bisa menembus pasar luar negeri. Maka, ia berencana mendirikan sekolah desain plus di mana selain mengajarkan tentang seluk-beluk desain, juga manajemen pemasaran. Tidak hanya itu, di tengah aktivitasnya mendesain dan melakukan perjalanan bisnis, Suarti tidak pernah melupakan obsesinya mendirikan Museum Perak. “Sebagai bentuk kecintaan saya pada dunia seni, khususnya kerajinan perak,” ungkapnya.

Keterbukaan Suarti dirasakan benar oleh para karyawannya. Suarti yang akrab dipanggil Mami oleh karyawannya ini tak canggung mendidik langsung bila ada karyawan yang baru bergabung. Hal ini dirasakan oleh salah seorang karyawannya, Dewi, yang langsung bergabung begitu lulus SMK Pariwisata, tiga tahun lalu. “Mami baik dan penuh pengertian,” kata Dewi. Menurutnya, Suarti tak pelit berbagi ilmu dengan para pegawainya. Dari Suarti-lah, Dewi yang tidak punya latar belakang pengetahuan tentang perak, sekarang tahu banyak tentang produksi hingga pemasarannya. “Mami tidak menjaga jarak dengan anak buahnya, ” tambah Dewi. :: IMOBEDUCARE/jul2011

Desak Nyoman Suarti | IMOB Educare.
foto >> Suarti Designer Collections

Leave a Reply