Musik Jungga Mendunia Di Tangan Ata Ratu

BENTARA BUDAYA BALI – Kahi Ata Ratu lahir di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Sejak usia 13 tahun ia telah menulis dan menampilkan musik di daerahnya yang dinyanyikan di dalam bahasa lokal (Kambera). Ia adalah salah satu dari sedikit perempuan yang piawai memain-nyanyikan musik jungga, alat musik petik empat dawai yang secara tradisi lokal lebih dikenal sebagai alat musik kaum lelaki.

Selama lebih dari 40 tahun ia dikenal sebagai “Ratu Jungga”. Musik-musik yang ia mainkan merupakan bentuk musik Sumba yang relatif modern, dipengaruhi oleh gaya sebelumnya yang menggunakan jungga dengan dua senar. Ata Ratu pernah tampil di pagelaran Smithsonian/Folkways “Music of Indonesia” di Amerika Serikat dan pada akhir tahun 2017 berkesempatan terlibat dalam program antar-budaya Europalia mementaskan karyanya di Belgia dan beberapa negara Eropa lainnya.

Ata Ratu nyanyikan “Dana Peku Palanja” (Belum Rela Melepasmu)

Karena Keprihatinan

Sebagaimana terjadi di banyak daerah di Nusantara, musik tradional Sumba juga menghadapi masalah kaderisasi atau penekun generasi muda, serta menjadi sesuatu yang langka bahkan di kampung halaman sendiri. Generasi muda lebih condong mendalami musik-musik modern yang mudah diakses melalui smartphone serta internet.

Di tengah langkanya promosi dan pengenalan mengenai musik tradisional, masih ada pemusik tradisional yang terus tekun dan gigih mengupayakan pengembangan musik tradisional Sumba, walau kebanyakan didominasi pemusik laki- laki. Terbilang jarang ada perempuan yang fasih memainkan musik tradisional, sekaligus menciptakan lagu.

Berangkat dari keprihatinan tersebut, Ata Ratu, seorang pemusik traditional Sumba dan pencipta lagu, terpanggil melakukan riset mengenai lagu-lagu tempo dulu yang hampir punah, serta berkolaborasi dengan generasi tua guna pelestariannya. Upaya riset dan pelestarian budaya Sumba tersebut diwujudkan Ata Ratu melalui program kerjasama kolaborasi dengan dukungan hibah Cipta Media Ekspresi 2018. Adapun hasil riset terhadap lagu-lagu lama yang hampir punah berikut kolaborasinya tersebut didokumentasikan melalui rekaman dan video.

Ata Ratu di video ini bernyanyi untuk tamunya yang merekam: “Dengarlah. Saya akan sedih saat kita berpisah. Saya lantunkan lagu ini untuk Anda, sebelum Anda pergi.”

Pada pertunjukannya di Bentara Budaya Bali, 5 Agustus 2018, Ata Ratu mempresentasikan hasil risetnya berupa pemutaran video dokumenter serta memainkan musik tradisional dan musik ciptaannya. Program ini terselenggarakan atas kerjasama Bentara Budaya Bali dan Organ Budaya, sebuah jaringan kerjasama antar orang-orang dan kelompok yang memiliki minat dan kepedulian terhadap Budaya Indonesia, serta didukung oleh Cipta Media Ekspresi.

Cipta Media Ekspresi diselenggarakan guna mendukung karya perempuan, menyebarkan pikiran- pikiran mereka untuk memperkaya masyarakat dan merayakan keragaman pengetahuan dan ekspresi kreativitas perempuan di Indonesia. Dukungan berupa hibah tersebut dapat digunakan untuk membuat, mengkaji, melakukan perjalanan serta membantu perempuan mencipta atau menampilkan karya. Karya dapat berupa ciptaan asli, kajian, pemilihan benda- benda untuk dipamerkan atau diarsipkan dengan maksud mempertunjukkan atau berbagi.|BENTARABUDAYA.COM/agus2018

Leave a Reply