Perempuan Dusun Krajan Belajar Politik

foto binadesa.or.idDi sebuah dusun kecil yang bernama Krajan 2 di Jawa Timur, para warga perempuan kini sudah lebih berwawasan ketika berbicara tentang pemilihan kepala desa atau politik pada umumnya. “Saya mendukung calon perempuan,” kata Siti Khadijah, ketua kelompok tani perempuan/bendahara FKKP (Forum Komunikasi Kader Perempuan) setempat. “Dengan begitu ‘kan ada yang mewakili perempuan.”

Sementara itu, Ninik Indariyati (Ketua Posyandu dan Sekretaris Al Hidayah Desa) dan Somirah (bendahara PKK Dusun) sebelum menyatakan dukungannya kepada seorang calon kades ingin mempelajari terlebih dahulu program-program yang diajukan para calon untuk menilik apakah kepentingan dan kepedulian terhadap perempuan ada di dalamnya.

Siti, Ninik dan Somirah adalah tiga dari puluhan warga perempuan Dusun Krajan 2 yang tekun mengikuti “Pendidikan Politik untuk Perempuan” yang diselenggarakan organisasi non-pemerintah Bina Desa selama dua hari (8-9 Februari 2008) di Dusun Krajan 2, Desa Pasrujambe, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Pada tahun 2008 ini, Desa Pasrujambe menggelar pemilihan kepala desa secara langsung. Dalam pemilihan-pemilihan sebelumnya, suara warga perempuan sebagai pemilih ternyata lebih menentukan.

foto binadesa.or.id“Sebagai pemilih, perempuan seringkali tidak mengenal siapa yang mereka pilih,” lanjut Khoirunisa, pendamping-komunitas dari Bina Desa untuk wilayah Kabupaten Lumajang. “Untuk itulah pendidikan politik untuk perempuan penting kita selenggarakan guna mendekatkan perempuan dengan politik”.

Khoirunisa selanjutnya menjelaskan, bahwa tujuan “Pendidikan Politik untuk Perempuan’ adalah memberikan pemahaman politik dalam artian luas, penyadaran akan hak-hak warga negara, pengertian akan struktur pemerintahan dari tingkat desa hingga tingkat nasional, dan membangunkan apresiasi perempuan terhadap politik.

Sewaktu pendidikan berlangsung, narasumber Ketty Tri Setyorini, mengatakan: ““Sebenarnya kita semua juga berpolitik. Di dalam rumah tangga pun kita berpolitik. Bagaimana kita menghadapi suami, memperlakukan anak, dan sebagainya adalah politik juga.” Dalam arti yang lebih luas, lanjut Ketty, politik berkaitan dengan sistem demokrasi, termasuk bagaimana perempuan dapat berkiprah dalam politik yang lebih luas, ketika ia harus berurusan dengan orang banyak.

foto binadesa.or.id“Perempuan disibukkan oleh urusan rumah tangga, sehingga seringkali perempuan kurang mengikuti perkembangan di luar,” tukas Ketty. “Selama ini, perempuan lebih banyak tampak di peran-peran seperti sekretaris atau bendahara — jarang yang menjadi pemimpin. Kita sendiri pun seringkali menganggap tidak penting untuk memberikan pendidikan yang cukup bagi perempuan, dengan anggapan pada akhirnya pun perempuan akan ke dapur.”

“Memang janji kampanye tidak bisa dituntut secara hukum, karena tidak ada kekuatan hukumnya,” lanjut Ketty. “Kita harus selalu berkomunikasi, sehingga bisa mengontrol mereka. Komunikasi ini kita lakukan melalui organisasi, karena kalau berjalan sendiri-sendiri kita tidak mungkin mendapat perhatian mereka.”

Forum belajar ini menanamkan kesadaran kepada para peserta pentingnya membuat perubahan terhadap kondisinya agar dapat mendorong terbangunnya kedaulatan rakyat. Ditekankan, bahwa setiap perempuan perlu memahami masalah-masalah di hadapannya yang berkaitan dengan berbagai hal yang berada di luar kehendak dan kuasanya. Bergandengan tangan untuk bersama bertindak akan lebih mampu membentuk kekuatan untuk mengubah, apalagi jika massa itu berkualitas.

Setelah pendidikan politik dua-hari selesai, 42 peserta berdialog langsung dengan calon kepala desa Pasrujambe di Balai Desa Pasrujambe. Sekalipun dialog hanya dihadiri oleh dua calon kepala desa, para peserta menyimak penuh saksama pemaparan visi, misi, dan program masing-masing calon kepala desa.

Pihak penyelenggara menyatakan, bahwa yang menarik bukanlah pendidikannya melainkan proses belajar yang kemudian tercipta, bahkan berlanjut setelah pendidikan berakhir. “Peserta berperan aktif, bertanya atau mengungkapkan pendapat,” imbuh Nisa, panggilan akrab Khoirunisa. “Begitu juga ketika berdialog dengan calon kepala desa, peserta berani menanyakan berbagai permasalahan, termasuk yang cukup sensitif. Bahkan anggota kelompok sendiri yang melakukan persiapan dialog dengan menghubungi pihak Pemerintah Desa dan calon-calon kepala desa. Anggota kelompok sudah berani memperkenalkan dan memaparkan kegiatan kelompoknya. Juga memandu acara dialog dengan baik.”

Cuaca buruk menyebabkan banyak peserta urung hadir. Namun yang paling disesalkan adalah ketidak-hadiran salah seorang calon kepala desa, yang karena satu dan lain hal berhalangan. Calon ini adalah satu-satunya calon kades perempuan. (singkatan dari sari laporan kegiatan Khoirunisa/ink).

sumber: www.binadesa.or.id

Leave a Reply