Bank Sampah Bidan Sri Partiyah Naikkan Standar Gizi Desanya
[BUSINESSREVIEW] – Berniat meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin di daerahnya, Bidan Sri Partiyah membuka bank sampah. Sampah menjadi berkah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat.
Bagi sebagian orang, sampah merupakan benda yang tidak bermakna. Namun di tangan Bidan Sri Partiyah, sampah diubah menjadi benda yang bernilai bagi masyarakat tempatnya bertugas, tepatnya Desa Duwet, Kecamatan Bendo, Magetan, Jawa Timur.
Ide membuka bank sampah tercetus lewat pengamatan terhadap masalah gizi buruk pada balita di desanya.
“Beberapa bulan pertama, kita lihat berat badannya turun, kita kasih nutrisi yang cukup, berat badannya naik lagi. Tiga kali kita lakukan percobaan, gejalanya selalu seperti itu. Masalahnya, mereka tahu bahwa gizi baik berguna untuk pertumbuhan anak, tapi uang menjadi kendala,” tuturnya usai konferensi pers “Srikandi Award 2011” di Balai Kartini,
Bidan Sri Partiyah merupakan salah seorang bidan inspirasional yang menjadi nominator Srikandi Award 2011 dalam kategori Pemberdayaan Ekonomi. Ia bersama delapan bidan inspirasional lainnya akan berlaga di ajang tahunan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Sari Husada pada malam penobatan di Balai Kartini, Jakarta, 7 Januari 2012.
Dia menuturkan mendirikan bank sampah ini bermula ketika ia pergi ke pengepul barang rongsokan, diketahui bahwa pengepul ini memiliki laba yang tinggi. Kondisi ini memicunya untuk mulai mendirikan bank sampah khusus untuk sampah anorganik.
“Sosialisasi dilakukan di tingkat RT dan ternyata masyarakat sangat antusias, sehingga mulai mengumpulkan sampah yang dilakukan tiap minggu pertama setiap bulannya,” ujar Bidan Partiyah.
Gizi Buruk dan Keluarga Tak Mampu
Bank sampah ini mulai berdiri Juni 2010 dengan anggota sebanyak 13 orang, tapi kini anggotanya sudah bertambah menjadi 348 orang. Sampah-sampah yang dikumpulkan dihargai sesuai jenisnya, misal untuk kardus dihargai Rp 1.500/kg dan plastik Rp 200/kg.
Awalnya hasil dari bank sampah hanya ini untuk memberikan bantuan pada balita yang mengalami gizi buruk, karena salah satu penyebab balita gizi buruk adalah keluarga tidak mampu memberikan asupan gizi yang baik.
Namun sejak tahun 2011, manfaatnya ditambah untuk pemeriksaan golongan darah gratis pada ibu hamil dan calon pendonornya serta modal penanaman buah pepaya. Penanaman pepaya ini bisa menambahkan penghasilan masyarakat dan memenuhi kebutuhan kesehatannya.
“Selain itu dulu kaleng-kaleng dibiarkan saja, sekarang masyarakat berperilaku lebih sehat seperti mengamankan kaleng-kaleng ini agar tidak menjadi sarang nyamuk,” ujar Partiyah yang menjadi Bidan PTT pada tahun 1994.
Tabungan bank sampah ini juga membantu masyarakat saat anaknya sakit, karena tabungan ini bisa diambil kapan saja. Serta jumlah balita gizi buruk juga semakin berkurang. “Mimpi saya adalah masyarakat desa bisa hidup sehat, meskipun belum 100 persen tapi saya akan terus berjuang agar bisa menjadi pecontohan desa siaga,” ujar Bidan Sri Partiyah
Sampah anorganik dari warga desa dipilah sesuai jenisnya untuk kemudian ditimbang, ditentukan harganya dan dijual ke pengepul. Uang inilah yang kemudian ditabung untuk kebutuhan warga, terutama bagi ibu hamil dan ibu mempunyai balita. Dengan harapan, balita umur dua tahun ke atas diberi tambahan susu setiap bulannya sedangkan ibu hamil untuk mendukung persalinan.
Perputaran dana dari bank sampah juga terwujud lewat POD (pos obat desa-red) yang menyediakan obat-obatan sederhana, susu untuk pemberian makanan tambahan balita bergizi kurang, kebutuhan persalinan seperti pembalut, underpad, diaper, dan sebagainya.“Biasanya, kebutuhan persalinan ini bidan yang menyediakan, tapi karena Jampersal, saya berkomitmen harus melayani secara gratis. Jadi bila menghendaki pembalut dan lainnya, silakan beli ke POD,” tambahnya.
Hasil dari bank sampah yang mulai beroperasi Juni 2010 ini juga digunakan untuk memberikan bantuan kepada balita gizi buruk, serta pemeriksaan golongan darah gratis kepada ibu hamil dan calon pendonornya.
Tidak hanya itu, hasil keuntungan bank sampah juga digunakan sebagai modal penanaman buah pepaya untuk tambahan penghasilan dan asupan nutrisi masyarakat. Pendapatan masyarakat Duwet meningkat, kebutuhan kesehatan keluarga pun terpenuhi.
Dari awalnya 56 nasabah, kini bank sampah Bidan Sri sudah memiliki 300 lebih nasabah. Semua warga bisa merasakan jasa yang ditawarkan, tidak terbatas pada nasabah. “Kami berkomitmen untuk mereka yang tidak jual sampah ke kami, tetap kami kasih pinjaman. Komitmen 75 persen keuntungan untuk masyarakat, berarti kami tidak membedakan nasabah atau bukan”
“Saya ingin mengajak dan merangkul, saya tunjukkan manfaatnya lebih dulu, nanti mereka akan merasakan sendiri. Kalau mereka yang melawan saya jauhi, berarti tujuan saya tidak tercapai,” tukasnya.
Tantangan bukan tidak ditemui Sri, terutama di awal membuka bank sampah. Banyak warga di desanya yang mencibir ide Sri seraya mencurigainya. Awalnya dicurigai, ‘Wah, Bu Bidan rezekinya sudah banyak, masih cari duit dari sampah’. Dengan senyum, saya terima itu. Saya berusaha untuk mengelola, toh bukan untuk saya. Tidak ada yang masuk sepeser pun ke saya. Memang, sulit menanamkan kepercayaan ke orang,” tukasnya.
Tanam Pepaya
Di Desa Duwet banyak menghasilkan buah-buahan tetapi sayangnya kesadaran makan buah sangat kurang. Oleh karenanya, untuk menanamkan pola hidup bersih dan sehat, Bidan Sri mempunyai gagasan menanam pohon pepaya. Setiap keluarga diberi bibit pohon pepaya dari Bank Sampah.
Alasan mengapa pohon pepaya yang ditanam, Bidan Sri menjelaskan pepaya mudah ditanam, risiko kematian kecil, dan berbuahnya tidak mengenal musim, satu tahun bisa dua kali panen.
Untuk menyediakan bibit unggul, pihaknya bekerjasama dengan kelompok tani. “Jika di pohon itu buahnya hanya lima, maka buah itu untuk dimakan keluarga, tetapi apabila buahnya 10, maka yang sembilan dimakan keluarga dan yang satu untuk Bank Sampah,” ungkapnya.
Pohon pepaya yang ditanam oleh keluarga di Desa Duwet itu sudah sekali panen. Dari 600 pohon yang ditanam menghasilkan 320 buah untuk Bank Sampah, satu buah pepaya rata-rata beratnya 2.5 kilogram, satu kilogram dijual Rp1.500 atau rata-rata Rp2.00 per buah.
Keuntungan dari pepaya pun kembali dimanfaatkan untuk masyarakat. Setiap ibu bersalin dibantu Rp50 ribu dan untuk transport ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans desa dibantu Rp75 ribu. “Ambulans desa ini adalah kendaraan milik penduduk desa yang siap 24 jam, sekarang ada tiga ambulans desa,” paparnya.
Setelah adanya program Jampersal (jaminan persalinan) di pun tidak masalah, sebagai abdi negara dia tetap bekerja di Poskesdes dan siap siaga selama 24 jam. Meskipun jasa persalinan Jampersal selama Agustus 2011 hingga Desember 2011 belum dibayarkan, dia pun tidak pernah mengeluh.
Pengabdian Bidan Sri dan keuletannya untuk meningkatkan taraf hidup dan taraf kesehatan masyarakat di Desa Duwet, menjadi bidikan “Srikandi Award 2011” yang diselenggarakan PT Sari Husada dan Ikatan Bidan Indonesia yang pemenangnya akan diumumkan Selasa (20/12) malam di Balai Kartini, Jakarta
Dengan adanya Bank Sampah milik bidan Sri Partiyah, kini penanganan balita gizi buruk dapat dilakukan secara swadaya. Selain itu, lingkungan Desa Duwet kini lebih bersih dan asri. Kehadiran sosok Sri Partiyah tentu perlu mendapat apresiasi. Tak heran jika Sari Usada pun menyematkan penghargaan kepadanya. Jika saja di kota-kota besar kehadiran sosok Sri Partiyah hadir, masalah sampah bisa menyadarkan masyarakat untuk mencintai kebersihan. :: Redaksi Woman Review/Jan2012
http://www.businessreview.co.id/kebijakan-bisnis-ekonomi-2191.html