Posyandu Tidak Hadir, Mama Aran Buka Posyandu Sendiri

maria-aran-persalinan-alor-republikaREPUBLIKA.CO.ID – Tekad Maria Aran untuk terus membantu warga Desa Pailelang, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, khususnya kaum ibu yang akan melahirkan, tak pernah surut. Di usianya yang menjelang senja, tangannya senantiasa tetap terulur untuk membantu proses persalinan dan kelahiran perempuan di lingkungannya. 

Mama Aran, begitu panggilannya, mengaku prihatin melihat banyaknya ibu-ibu hamil yang tidak dapat memeriksakan kesehatan secara rutin karena tidak hadirnya Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di desanya. Kenyataan itu mendorong Mama Aran untuk berprakarsa membangun sebuah posyandu sendiri di desa tempat-tinggalnya pada tahun 1989.

Keberanian untuk membuka posyandu sendiri berlatar pada keahliannya sebagai seorang dukun adat yang membantu persalinan. Pengetahuan tentang kearifan persalinan ia dapat dari ibunya. Pada usia 25 tahun, Mama Aran muda memulai perannya sebagai dukun persalinan di kampungnya. “Mulai umur 25 tahun, pertama kali bantu orang melahirkan,” ujarnya pada jumpa pers sebelum mengikuti acara “Diskusi Menuju Satu Digit” yang diadakan oleh Konsorsium Global Concern dan Kopel di Jakarta, 20 November 2015.

Di Desa Pailelang, Mama Aran (70 tahun) dikenal akrab oleh masyarakat setempat. Setiap pasangan suami-istri yang sedang dalam penantian pasti mencarinya begitu waktu kelahiran mendekat, karena Mama Aran adalah satu-satunya dukun persalinan dalam jangkauan warga. Jarak Puskesmas terdekat dengan desa sekitar tiga kilometer. Kearifan persalinan cara adat yang ia kuasai kemudian diperkaya dengan pengetahuan modern setelah ia mengikuti pelatihan kebidanan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan setempat pada tahun 1982. Mama Aran bekerja tanpa pamrih. Dia lebih sering membantu perempuan melahirkan tanpa menarik biaya sedikit pun.

“Kalau ada suaminya yang datang ketuk pintu, saya tidak bisa tolak. Mereka bilang tidak punya uang, saya tetap harus bantu, tidak bisa menolak,” ujarnya. 

Posyandu yang ia buka pun dibangun atas biaya sendiri. Setelah posyandu sebelumnya rubuh dan tak diperbaiki karena tak ada biaya, kini posyandu yang dirintisnya memanfaatkan lahan pekarangan Ketua RT setempat. Dari Puskesmas setempat, ia hanya memperoleh sebuah dacin atau timbangan. 

Sebagai seorang pemangku kearifan lokal yang penuh tanggungjawab pada sesama, Mama Aran bekerjasama dengan bidan Puskesmas. Jika seorang perempuan hamil datang ke rumahnya dalam keadaan dekat waktu persalinan, Mama Aran menanganinya. Jika masih ada waktu untuk perjalanan panjang, ia menganjurkan agar persalinan dilakukan di Puskesmas. “Kalau air ketuban sudah pecah, melahirkannya di rumah. Kalau belum saya antar ke Puskesmas, nanti di sana kerjasama dengan bidan,” ujarnya. 

Fasilitator Konsorsium untuk Daerah Alor, Anwar Razak, mengatakan, apa yang dilakukan Mama Aran, yakni memulai kemitraan dengan kader dan bidan desa, sudah dilakukannya jauh sebelum Kementerian Kesehatan memperkenalkan program kemitraan tersebut. Mama Aran senantiasa sigap membantu memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan mengantarkan mereka ke bidan atau Puskesmas untuk persalinan. 

Menurutnya, prakarsa Mama Aran mendirikan posyandu sendiri merupakan bagian dari percontohan Desa Ramah Perempuan (DRP) yang sedang dikembangkan oleh Konsorsium Global Concern dan Kopel. Mama Aran, meski dalam kondisi ekonomi di bawah rata-rata, tegar berbagi dengan sesama warga desanya yang juga masih di bawah garis kemiskinan. 

“Yang patut dicatat, sejak posyandu pertamakali didirikan olehnya pada tahun 1989 hingga saat ini, belum pernah terjadi kasus kematian ibu melahirkan,” ujarnya. 

Sementara itu, kasus bayi gizi kurang pun pelan-pelan berkurang. Menurutnya, jika sekitar lima tahun lalu masih ada kasus bayi gizi kurang, maka sejak lima tahun terakhir sudah tidak ada lagi. “Nol persen kematian ibu dan bayi gizi buruk,” ujar Anwar di akhir diskusi. :: REPUBLIKONLINE/nov2015 

 

Leave a Reply