Inilah Prestasi Pilot-pilot Putri Pertama Papua

NABIRE.NET + KUMPARAN.COM + YOUTEFAPOST — Carolina Cory Kayame adalah perempuan asli Papua yang pertama berhasil menjadi pilot. Ia telah menerbangkan Pesawat Cesna Caravan PK ICY dari bandara udara Nabire menuju Paniai, Minggu (02/06/2013). Ia sampai selamat di bandara Panai.

Seperti dikutip jpnn.com edisi, Minggu, (02/06/13), ketika Cory Kayame sampai di lapangan terbang Enarotali Paniai, puluhan perempuan berpakaian adat  menyambut dia dengan pelukan,  ciuman dan tangis.

“Jujur,  saya tidak tahu harus berkata apa ketika mereka memeluk saya,” tutur  Cory  anak kedua pasangan Hengky Kayame-anuaria Gobay.

“Saya merasa bangga saya tercatat menjadi pilot perempuan pertama di Papua. Saya yakin jika ada niat baik di hati, Tuhan pasti menolong,”ujar Cory.

Lebih lanjut, kata dia, manusia memiliki kecerdasan yang diberikan sang pencipta. Tinggal bagaimana manusia itu mengolah kecerdasan itu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan sesama. Terkadang, orang merasa bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan, sehingga niat untuk berusaha menjadi tertahan.

Ayahnya, Hengky,  berkisah soal pengalaman kecil  Cory. “Sejak kecil Cory takut terbang dengan pesawat. Bila ada goncangan dalam pesawat dia memeluk ibunya,” kata ayahnya yang kini Bupati Paniai itu.

Niat menjadi pilot muncul sejak Cory duduk di bangku SMA. Tiap kali pulang kampung ke Paniai atau Wamena, dalam benaknya, terekam sulitnya warga bepergian. Kondisi alam memaksa warga untuk menggunakan pesawat. Padahal, ongkos naik pesawat sulit dijangkau kebanyakan warga yang hanya petani.

Pilot perempuan itu membayangkan bila ada warga yang sakit dan tidak bisa dirujuk hanya karena tidak punya uang untuk naik pesawat.

“Saya tidak pernah berpikir akan jadi pilot. Tapi, setelah melihat kondisi Papua yang sulit dan terisolasi, saya berpikir tentang sesuatu yang bisa saya buat. Saya bersyukur orang tua mendukung,” paparnya.

Lanjut Kory, “Saya percaya perempuan lain di Papua juga pasti bisa. Saya bersyukur, pertama kepada Tuhan dan kepada kedua orang tua saya yang telah mendukung saya. Tidak pernah saya bayangkan jadi seorang pilot. Tapi setelah saya melihat kindisi alam Papua yang terisolasi terutama dari jangkaun,  saya berpikir sesuatu yang saya buat,”tuturnya.

Perempuan kelahiran 14 Juli 1986 di Wamena itu menapaki jalan panjang sejak belajar di SD Santo Yusuf, Wamena. Selama dua tahun, Cory harus menjalani kelas III di SD Negeri Inpres Hedam Abepura. Dia lalu masuk SMP Santo Paulus Padang Bulan dan SMUN 1 Jayapura.  Setelah setahun di SMU 1 Jayapura, dirinya melanjutkan kelas II dan kelas III SMA di Australia.

Setelah lulus SMA di Australia pada 2006, Cory mengikuti kursus bahasa Inggris selama enam bulan. Setahun kemudian, pada 2007, dia diterima di sekolah penerbangan di Lilydale, Australia, dengan tempat training di MAF (mission aviation fellowship). Di tempat itu, dirinya belajar flight training pada 2007-2009.

Akhirnya, setelah mengikuti program teknik mesin selama setahun, Cory bisa mengikuti program test flight pada 2011.

“Saya memulai dari pesawat kecil jenis Cesna 172, Cesna 256, dan Cheroke selama training. Sekarang saya sudah menyelesaikan semua program studi, tinggal bagaimana mengabdi,”kata dia berkisah.

Vanda Astri Korisano dan Martha Ztiennov Itaar Tembus Maskapai Nasional

Dua mahasiswi asal Papua Barat berhasil mencetak sejarah. Vanda Korisano dan Martha Itaar menjadi pilot pertama di maskapai penerbangan nasional Indonesia, Garuda Indonesia dan Citilink.

Keduanya merupakan penerima beasiswa dari dana Otonomi Khusus (Otsus) Pemerintah Provinsi Papua yang menempuh pendidikan di Nelson Aviation College, Selandia Baru, sejak 2014. Ada sekitar 150 pelajar dari Papua yang mendapat beasiswa tersebut.

“Vanda diterima sebagai pilot di Garuda Indonesia, sedangkan Martha diterima di Citilink,” ujar Duta Besar RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya dalam keterangan tertulis, Rabu (31/7/2019).

Tantowi menambahkan, dalam setiap pertemuan dengan para pelajar dan mahasiswa Indonesia, termasuk dari Papua, ia selalu mendorong agar mereka dapat belajar dengan tekun agar berprestasi dan kelak dapat memberikan kontribusi untuk bangsa dan negara.

Gubernur Papua: “Tidak wajib pulang ke Papua, bisa bekerja di mana saja”

Sementara itu Gubernur Papua Lukas Enembe dalam pernyataannya di sela-sela kegiatan menghadiri acara 1st Pacific Exposition di Auckland pada 14 Juli 2019 menegaskan, tugas utama pelajar dan mahasiswa Papua di luar negeri adalah belajar. Ia mengimbau agar mereka tidak terpengaruh hal negatif.

“Kalian-kalian ini tidak wajib untuk pulang ke Papua setelah selesai kuliah nanti. Kalau kalian nanti mau bekerja di sini atau di Australia atau di mana saja, silakan. Nanti kita yang di Papua akan bangga jika mendengar bahwa ada orang Papua yang kerja di perusahaan-perusahaan besar,” ungkap Enembe.

Keberhasilan mahasiswa asal Papua ini membuat Marveys Ayomi, pengajar dan mentor di International Pacific University (IPU) New Zealand bangga. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Dubes Tantowi serta jajaran di KBRI Wellington atas upayanya dalam membantu dan memberikan perhatian kepada para mahasiswa Papua selama mereka menempuh pendidikan di Selandia Baru.

Vanda dan Martha yang tiba di Selandia Baru pada tahun 2014, tercatat pernah mendapatkan penghargaan sebagai penerbang terbaik sepanjang tahun untuk mahasiswa internasional (Best All-round Flying Performance for international Students). Mereka mendapatkan sertifikasi berupa Private Pilot License, Commercial Pilot License dan Multi Engine Instrument Rating.

Setelah lulus dari Selandia Baru pada awal Januari 2018, mereka memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Penerbangan Ganesha, Jakarta. Di sini, mereka mendapatkan sertifikasi Indonesian DGCA Pilot License.

Pilot Octaviyanti Rosumbre Awalnya Ingin Jadi Pramugari

Octaviyanti Blandina Ronsumbre yang akrab disapa Vivin ini telah menerbangkan pesawat jenis Boeing 737 seri 300/400/500 dengan jam terbang sekitar 4.000 jam itu.

Ia adalah putri ketiga dari pasangan Yakobus Ronsumbre putra asli Papua dan ibunya Susilowati perempuan berdarah Jawa. Kakak pertama atau sulungnya, Yonnas N. Rosumbre juga adalah pilot di PT Garuda Indonesia.

Menempuh pendidikan dasar sampai sekolah menengah atas di Biak. Menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kota Biak 1994-2000. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kota Biak 2000-2003, dan SMA Negeri 1 Kota Biak pada 2003-2006.

Ibu dari Dirgantara Ronsumbre dan istri dari Agustinus Sujatmiko ini mengaku tak menyangka jika jalan hidupnya akan menjadi seorang wanita yang mengawaki pesawat terbang.

Takdir tersebut dimulai ketika Vivin berhasil lulus seleksi untuk ikut pendidikan sekolah penerbang Nusa Flying International Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. Bahkan Vivin berhasil menamatkan pendidikan penerbangan dengan predikat baik pada 2010-2011.

“Saya lulus penerbang Mei 2011,” ujarnya mengawali percakapan.

Meski kini berprofesi sebagai pilot, namun ternyata cita-citanya sejak kecil sebenarnya menjadi pramugari. Begitu mengidolakan pada profesi pramugari, kalau ada kegiatan karnaval pada masa sekolah, ia nyaris selalu mengenakan kostum pramugari. “Bahkan saking kepincutnya jadi pramugari, setiap ada kegiatan karnaval saat duduk di bangku SD, SMP, SMA, saya selalu mengenakan busana pramugari,” kisahnya.

Namun saat mendaftar pramugari, ia ditolak karena tinggi badannya tidak memenuhi syarat, kurang dua sentimeter. “Karena tinggi badan saya hanya 158 sentimeter, sedangkan standarnya tinggi badan seorang pramugari minimal 160 sentimeter. Lantas kemudian ikut tes pilot,” tuturnya

“Setelah gagal tes menjadi pramugari, kakak saya yang kebetulan pilot, mendorong untuk ikut tes penerbang, ternyata lulus,” ucapnya.

Setelah lulus menjadi seorang penerbang, Oktober 2011, Vivin kemudian menjadi pilot dengan jabatan first officer di PT Trigana Air.

Pengalaman pertama kali ia rasakan ketika dipercaya menerbangkan burung besi jenis pesawat kargo di tahun 2012-2013. Kemudian baru pada tahun 2015 dipercaya membawa pesawat penumpang.Vivin mampu mendarat mulus dengan pesawat pertamanya di Bandara Papua. Pertama bisa menerbangkan pesawat ia sungguh terharu hingga air matanya mengalir.

Pengalamannya itu membuatnya percaya bahwa tak ada yang tidak mungkin di dunia ini, siapa pun perempuan, berasal dari mana pun bisa menjadi apa saja. “Campur aduk itulah perasaan pertama saat menerbangkan pesawat, bahkan sampai menangis ternyata bisa juga menjadi pilot,” ujar Vivin.

Ia juga sempat mengungkapkan pengalamannya yang paling berkesan saat menerbangkan pesawat, yakni bisa mengajak keluarganya terbang bersama.

Vivin yang kini menjadi salah satu pilot PT Trigana Air mengungkapkan, terbang di Papua lebih banyak tantangannya karena cuaca daerah pegunungan di sana sangat ekstrem dan terkadang sulit diprediksi.

“Terbang di udara Papua itu penuh tantangan, yang menuntut konsentrasi penuh,” kata Vivin yang juga pernah terbang di wilayah Jawa dan Kalimantan.

“Pesan saya bagi perempuan Papua, tidak ada yang tidak mungkin, selama ada niat pasti ada jalan. Semua wanita bisa jadi pilot, selama kita mau berusaha,” tutupnya. :: KUMPARAN.COM + NABIRE.NET + YOUTEFAPOST /2013+2019

 

Ini Dia Pilot Wanita Pertama Asal Papua, Hebat ! (nabire.net)

Dua Putri Papua Pertama yang Jadi Pilot di Garuda dan Citilink | kumparan.com

Octaviyanti Ronsumbre Pilot Wanita Asal Papua Inspirator Kartini Milenial – YOUTEFAPOST.ID

Leave a Reply