Nia Dinata Bungkus Empat Dokumenter Berwawasan Isu Gender

pertaruhan_posterKalyana Shira Films dan Kalyana Shira Foundation pada tanggal 8 Desember 2008 di Jakarta International Film Festival Film [JiFFest] meluncurkan film antologi dokumenter berjudul ‘PERTARUHAN’ (English title: ‘AT STAKE’) dan pada 12 Desember 2008 memutarnya di tiga bioskop Blitzmegaplex, Jakarta. PERTARUHAN adalah karya kolektif dari para pemenang workshop Project Change! 2008 yang dilaksanakan oleh Kalyana Shira Foundation dan The Body Shop Indonesia di mana selain aspek teknis pembuatan film dokumenter, para peserta juga diajak untuk mengenali isu-isu kesetaraan gender. Dari 24 peserta, terpilih 4 pemenang, sutradara-sutradara muda berpotensi yang kemudian diberi peluang untuk membuat film-film mereka dengan diproduseri oleh Nia Dinata dari Kalyana Shira Films.

PERTARUHAN membungkus empat film pendek dokumenter karya para pemenang workshop: Ani Ema Susanti, Iwan S. & M. Ichsan, Lucky Kuswandi dan Ucu Agustin. Masing-masing dokumenter mengangkat kehidupan perempuan yang berada di dalam kungkungan persoalan yang mengilustrasikan betapa tubuh perempuan telah didaulat oleh masyarakat maupun negara melalui konstruksi nilai-nilai yang melucuti hak-hak asasinya sebagai manusia sederajat. Nilai-nilai yang menciptakan ketimpangan gender itu pada gilirannya membawa kekalahan pada insan-insan manusia yang lahir dengan daya-tawar yang dilucuti, semata hanya karena berkelamin perempuan.

‘Mengusahakan Cinta’ bercerita tentang Ruwati, buruh migran di Hong Kong yang berhasil dan hendak pulang untuk menikah dengan seorang duda. Namun ia harus menjalani operasi karena didiagnosa mengidap miom [sejenis kanker pada organ reproduksi] dan pada proses medis selaput daranya robek. Calon suaminya meragukan informasi yang diberikan Ruwati dan bimbang untuk meneruskan rencana nikah karena ia datang dari budaya yang mengharuskan keperawanan seorang pengantin perempuan sebagai syarat mutlak.

‘Untuk Apa?’ menguak pertentangan pendapat tentang pelaksanaan sunat pada anak perempuan. Sebagian mengatakan wajib secara agama, sebagian lagi mencemoohkannya sebagai tradisi kuno belaka, dan DepKes RI melarangnya. Di tengah kelimbungan yang memberi peluang bagi siapa pun untuk berinterpretasi bebas, perempuan menjadi obyek yang tidak diberi ruang untuk menentukan nasib tubuhnya sendiri.

‘Nona Nyonya?’ mengangkat kisah tentang seorang perempuan lajang yang ingin memeriksakan kesehatan alat reproduksinya pada seorang spesialis kandungan namun mendapatkan dirinya berhadapan dengan seorang dokter dan seorang perawat yang menjadi ‘hakim moral’. Situasi diskriminatif seperti inilah yang biasanya menyebabkan perempuan lajang enggan memeriksakan alat reproduksinya.

‘Ragat’e Anak’ memaparkan perjalanan hidup dua anak perempuan yang miskin bernama Nur dan Mira. Awalnya mereka menjadi buruh kasar pemecah batu untuk mendapat uang. Namun karena pendapatan sangat kecil maka mereka membiarkan diri menjadi pelacur di kompleks pekuburan Cina di Gunung Bolo (Tulung Agung) di malam hari dengan bayaran Rp 10.000. Di dunia kelam ini Nur dan Mira menjadi obyek kesemena-menaan para lelaki preman dan juga pihak berwajib yang dapat muncul kapan saja untuk razia.

Info lebih lanjut: http://www.kalyanashirafound.org/pertaruhan/index.html

 

Leave a Reply