Prof. Dr. Roem, Lentera Sadar Kanker Panutan Dunia

roemwerdiniadi-resizedKOMPAS — Pada hari itu, tanggal 10 Oktober 2005, seharusnya ia berada di Geneva untuk menerima penghargaan International Star For Quality Award, penghargaan emas bagi jasa di bidang kemanusiaan. Namun karena tidak ada biaya, Prof. Dr. Roemwerdiniadi Soedoko SpPA terpaksa mengurungkan niatnya berangkat.

Menurut panitia pemberi penghargaan yang dimotori 166 negara di Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang, Prof. Dr. Roem dinobatkan sebagai satu-satunya penerima penghargaan pada tahun 2005. Dia dinilai berhasil meningkatkan kehormatan, wibawa, dan kesadaran masyarakat Indonesia melalui kegiatan kemanusiaan berupa sosialisasi tentang kesehatan reproduksi dalam rangka pencegahan serta penanggulangan penyakit kanker selama lebih dari 34 tahun.

Sesungguhnya ini bukan pertama kali perempuan kelahiran Blitar, 4 Februari 1937 ini dianugerahi suatu penghargaan internasional. Sederet penghargaan pernah diterima tokoh yang dengan gigih berkampanye tentang kesehatan, terutama di kalangan sesama perempuan.

Mengapa perempuan? Prof. Dr. Roem menyatakan bahwa mendidik perempuan sama dengan mendidik bangsa. Dan perempuan yang maju, lanjutnya, adalah perempuan yang mampu memperkuat ketahanan keluarganya.

“The Queen of Cancer Control”

Untuk program kampanyenya, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ini tak pernah meminta ongkos transpor apalagi memungut bayaran. Ibu yang berhasil mengantarkan keempat anaknya menjadi dokter itu tak pernah menghiraukan lokasi, waktu, serta dengan siapa ia berbicara. Perjalanan dari pulau ke pulau, termasuk keluar masuk pulau-pulau terpencil, sudah biasa ia lakukan.

img-161-1-resizedBahkan pulau yang hanya bisa dicapai dengan motor boat milik TNI AL, yang berkapasitas dua orang saja, juga pernah disinggahinya. Ia pun tak peduli jika harus berceramah di bawah pohon, beralaskan tanah, dan beratap langit.

Menurut lulusan New South Wales University dan Royal Hospital For Women Sydney dan Prince Henry Hospital Melbourne tahun 1975 ini, tiada kegembiraan yang lebih besar selain berhasil menggugah kesadaran masyarakat kecil akan pentingnya menjaga kesehatan.

Kegigihan usahanya memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang kesehatan inilah yang mengantarkan tokoh terkemuka Perhimpunan Onkologi Indonesia ini mendapat penghargaan dari Organisasi Kesehatan Dunia berupa WHO Awards di bidang Social Medicine pada tahun 1995.

Lima tahun kemudian, penulis dongeng dalam seri Surat untuk Anakku ini kembali mendapat penghargaan WHO Awards yang diterimakan 18 Mei 2000 di Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa, Geneva. Prestasi gemilang yang telah diukirnya membuat banyak kalangan memberikan apresiasi.

Salah satunya adalah julukan The Queen of Cancer Control, yang diberikan kepadanya oleh WHO Director of Cancer Division Yan Tsyenwart.

Bukan itu saja, dia pun sering disebut-sebut sebagai perempuan kedua yang menaruh perhatian terhadap penyakit kanker setelah Hillary Clinton. Bedanya, Hillary mengkhususkan diri pada kegiatan pencegahan dan pengobatan kanker payudara yang banyak diderita perempuan di Amerika Serikat karena mereka enggan menyusui, sedangkan Prof. Dr. Roem menaruh perhatian pada semua penyakit kanker, terutama 10 penyakit kanker terbanyak di Indonesia, di antaranya kanker mulut rahim, kanker payudara, kanker ovarium, dan leukimia.

Karena Prihatin Mendalam

Ketertarikannya pada penyakit kanker bermula dari keprihatinannya terhadap pasien kanker. Ketika itu Roem baru menamatkan pendidikan spesialis patologi anatomi dan mulai bertugas di RSU Dr Soetomo Surabaya pada tahun 1969.

bersama-soedoko-resizedSebagai dokter patologi, ia sering mendapat tugas meneliti specimen penyakit yang diambil dari tubuh penderita kanker. Dari specimen itu ia tahu bahwa sebagian besar, bahkan hampir 100 persen, penderita kanker datang ke rumah sakit dalam keadaan parah atau stadium lanjut. Ironisnya lagi, kebanyakan penderita kanker yang berasal dari kalangan menengah ke bawah itu akhirnya meninggal karena terlambat berobat akibat tidak punya biaya.

Melihat realitas itu, hati perempuan yang berprinsip “kesehatan bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti” ini pun terketuk. Ia tidak rela melihat bangsanya yang menderita akibat rendahnya kesadaran mereka tentang kesehatan.

Bersama tiga sejawatnya, Roem mendirikan Yayasan Kanker Wisnuwardhana pada tahun 1969. Selain melakukan sosialisasi dengan cara berceramah di hadapan masyarakat, khususnya ibu-ibu, yayasan ini juga mengadakan pemeriksaan kesehatan dan tes pap smear dengan biaya yang terjangkau.

Lembaga yang berkedudukan di Surabaya tersebut memperkenalkan alternatif pengobatan kanker terbaik, bisa diterima secara medis namun terjangkau biayanya. Melalui yayasan sosial untuk kemanusiaan ini, Prof. Dr. Roem secara nyata mendedikasikan seluruh hidupnya untuk masyarakat. :: KOMPAS/Runik Sri Astuti/20okt2005

sumber >http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/1982-ratu-penanggulangan-kanker

foto > diedit dari indonesiaproud.wordpress.com

Leave a Reply