Rumah Cut Meutia Masih Di Situ, Sendirian

 

Letaknya di desa Mesjid Pirak, kecamatan Matang Kuli, Aceh Utara, dikelilingi oleh hamparan persawahan indah. Rumah yang dahulu didiami pahlawan Cut Meutia kini menjadi sebuah museum sunyi. Untuk mencapainya, harus ditempuh perjalanan kurang lebih 20 kilometer dari jalur lintas provinsi yang menghubungkan Banda Aceh dan Medan. Sebuah tangga besar mengantar pengunjung memasuki rumah kayu tradisional yang begitu mengundang. Bangunannya kokoh, dengan tiang-tiang yang sangat besar dari kayu-kayu terbaik. Begitu memasuki ruang utama, sertamerta pengunjung disambut oleh foto-foto sejarah, yang bercerita tentang para serdadu Belanda maupun para warga setempat yang telah menjadi korban pendudukan Belanda.

Dari sekian banyak foto tentang perang dan korban, ada satu foto yang memperlihatkan sebuah rumah yang usang, terbengkalai, tidak terurus. Pada keterangan foto terbaca bahwa itulah rumah Cut Meutia, itulah penampilan asli dari bangunan museum ini. Untunglah keluarga turunan Cut Meutia mempunyai prakarsa dan sumberdaya untuk mengabadikan rumah Cut Meutia yang tidak terhingga nilai sejarahnya. Pada tahun 1982 mereka memugar bangunan tua tersebut dan mempersembahkannya kepada bangsa Indonesia sebagai rumah yang bercerita dari lubuknya tentang perjuangan Cut Meutia.

Cut Meutia [1870-1910]
Cut Meutia  1870-1910

Namun sampai kapan rumah itu sanggup bertahan untuk bercerita akan sangat bergantung pada komitmen Negara untuk memelihara warisan sejarahnya. Seperti juga kondisi museum-museum lain di Indonesia, benda-benda peninggalan yang diperagakan di rumah Cut Meutia tidak memperoleh perlindungan yang laik untuk bisa bertahan menghadapi waktu dan kejahilan orang. Foto-foto, yang menjadi saksi zaman di mana Cut Meutia hidup, terlihat begitu rentan, begitu rawan untuk lenyap begitu saja.

Selain menyimpan rangkaian foto ‘zaman Belanda’, kompleks rumah Cut Meutia memiliki sebuah balai pertemuan yang terbentang luas hingga bundaran lumbung padi. Di sana pengunjung masih bisa melihat sebuah perangkat penumbuk beras tradisional yang digerakkan dengan kaki.

Rumah Cut Meutia seakan berdiri melawan waktu sendirian. Begitu banyak yang ingin diceritakan, terlalu sedikit yang ingin mendengarkan. Memang letaknya jauh dari ibukota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam karena membutuhkan perjalanan darat selama kurang-lebih 6 jam. Namun bagi mereka yang beruntung mempunyai waktu dan tenaga untuk mengunjunginya, rumah Cut Meutia akan memberi inspirasi tersendiri yang membuka mata hati.

disarikan dari reportase Kamaruddin Azis dari www.panyingkul.com + foto tampak depan oleh Kamaruddin Azis – Mei 2008 + foto tampak samping oleh AcehForum.or.id

Leave a Reply