Sutiani Jalan Kaki Naik-Turun Bukit Demi Anak-didiknya

Desa Wonorejo
Desa Wonorejo

(Malang, 29/6/2007) ~ JIKA menginjakkan kaki di Dusun Pusung, Desa Wonorejo, Kecamatan Singosari, terkesan bukan sedang berada di wilayah Kabupaten Malang. Selain lokasinya berada di atas bukit, antar rumah warga juga saling berjauhan.

Dusun Pusung, dihuni sekitar 75 kepala keluarga (KK). Mereka menggantungkan hidup dari alam mulai bercocok tanam, mencari rumput, beternak sampai mencari kayu bakar. Kondisi ekonomi mereka selama ini nyaris kurang mendapat perhatian pemerintah.

Untuk sampai ke Dusun Pusung, bukan hal mudah. Siapa pun harus rela ngos-ngosan karena berjalan kaki dengan menempuh jarak sepanjang 4 km dari Desa Wonorejo, yang ada di lereng bukit. Jalan ke dusun itu tidak bisa dijangkau dengan kendaraan jenis apa pun termasuk sepeda motor.

Masalahnya, akses jalannya belum ada sehingga jalan ke dusun itu lebih layak dipakai offroad karena masih alami, berupa tanah liat dan bebatuan gunung. Apalagi kondisi medannya masih naik turun perbukitan, di
kanan dan kiri jalan hanya berupa hamparan tanaman petani, mulai tebu, jagung, atau kacang tanah.

Dari balik susahnya kehidupan warga Dusun Pusung yang seperti itu, ada sorang wanita yang punya andil dan peranan besar, yakni Ny Sutiani. Ibu satu anak yang berusia 42 tahun ini sudah 14 tahun mengajar di SDN Wonorejo 4, Kecamatan Singosari, yang berada di Dusun Pusung. Setiap hari, Sutiani harus jalan kaki, menaiki dan menuruni bukit, demi mengabdikan dirinya sebagai pendidik. “Iya sudah biasa sehingga tidak capek,” akunya, Kamis (28/6).

Di SDN Wonorejo 4, Sutiani hanyalah satu-satunya guru karena tak ada guru lainnya yang `bersedia` ditempatkan di sekolah terpencil seperti itu. Saat ini SDN itu memiliki 36 siswa, mulai kelas 1 sampai 6. “Dalam waktu bersamaan saya harus bisa mengajar enam kelas sekaligus,” paparnya.

Siapapun jangan heran jika nanti berkunjung ke SDN yang berada di Dusun Pucung karena melihat siswanya tidak memakai alas kaki atau hanya pakai sandal japit. Yang memakai sepatu, hanya sekitar 10 siswa. Itupun
kondisi sepatunya sudah aus atau tak layak pakai.

Lebih mengenaskan lagi, jika melihat bangunan sekolah karena sudah tak layak untuk dipakai belajar. Bangunan SDN itu lebih layak dipakai untuk kandang ayam atau kambing karena hanya terbuat dari kayu, dengan dinding papan yang sudah berlubang-lubang.

Kondisi ini sungguh sangat bertolak belakang jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan di Kabupaten Malang, yang cukup fantastis nilainya. Setiap tahun, anggaran pendidikan di Kabupaten Malang mencapai
sekitar 350 miliar. Itu belum termasuk dana bantuan dari pusat, seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan lainnya.

Beberapa hari lalu, Kadiknas Kabupaten Malang Drs Suwandi MM mengunjungi SDN Wonorejo 4. Ia mengaku terenyuh ketika melihat semangat para siswa dan Sutiani. “Saya sempat mengajar mereka. Mereka cukup
cerdas. Saya salut dengan Bu Sutiani, dengan seorang diri mampu mengajar enam kelas,” ujar Suwandi, yang mengaku juga jalan kaki ketika mengunjungi SDN tersebut.

(sumber: Surya Online http://www.surya.co.id/web)

Leave a Reply