Fotografi Putik dan Chia Peringati SWAN Day 2009 Indonesia

swan_logo_color_rgbSWAN Day (Support Women Artists Now Day) merupakan hari libur internasional baru, yang dirayakan tiap tahun, tiap hari Sabtu terakhir bulan Maret, bulan yang dinobatkan dunia sebagai ‘Bulan Sejarah Perempuan’.  SWAN Day pertama dirayakan pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 ini jatuh pada hari Sabtu, 28 Maret 2009. Sebagai wahana yang diciptakan untuk mendukung kemunculan para perempuan perupa, SWAN Day berupaya membuat gambaran bagaimana jika karya seni dan perspektif perempuanmengisi segala relung kehidupan kita sehari-hari.

Masyarakat diajak untuk merayakan hari besar baru ini dengan berpartisipasi di acara-acara SWAN Day dan memberi sumbangan kepada perempuan perupa-perupa pilihannya. Tujuan jangka panjang dari gagasan ini adalah menyulut semangat komunitas-komunitas di seluruh dunia untuk menemukan cara-cara baru menghargai dan mendukung kemajuan para perempuan perupa, sebagai suatu unsur dasar perencanaan perikehidupan warga masyarakat.

SWAN DAY 2009 INDONESIA
“IT’S TIME TO PLAY”

Anneke Putri Purwidyantari
‘Chia’ Nurhamsiah

28 March – 28 April 2009
Ruang MES 56 – Yogyakarta

 

Tidak melulu pada pembahasan terbelenggunya hak hidup bagi perempuan tapi lebih pada keinginan untuk menciptakan berita terbaru dan mengumpulkan narasi-narasi kecil tentang apa yang terjadi pada perempuan dan lingkungan sekitarnya. It’s time to play adalah produk kesenian dari Indonesia-sebuah negara yang berpenduduk lebih dari 150 juta orang yang hampir separuhnya adalah perempuan.

 Anneke Putri Purwidyantari (Putik) dan ‘Chia’ Nurhamsiah telah mengumpulkan koleksi penelitiannya dalam satu tahun ini dengan cermat dan baik. Diadakan sebagai bagian dari SWAN Day, ini adalah ide yang bagus untuk bisa juga terlibat dalam memberikan inspirasi bagi perempuan di seluruh dunia. Kenapa tidak? Ide ini akan kami kembangkan menjadi sebuah project on line. Setiap tahunnya kami akan membuka aplikasi bebas bagi seniman perempuan di Indonesia untuk menyumbangkan energinya sebagai berita utama di galeri kami.

Dalam kesempatan ini Putik dan Chia mengolah pengalaman mereka dengan menggunakan medium fotografi. Putri mengamati dari foto semasa kecilnya waktu dia memakai sepatu ibunya yang tampak sangat kebesaran. Kemudian perilaku itu terulang kembali ketika dia melihat tingkah keponakannya sekarang yang sama dengan tingkahnya dulu. Putri menampilkan foto gadis-gadis balita yang bertingkah ‘gila’ untuk jadi seorang remaja cantik. Sebuah proses pembentukan konstruksi ide menjadi cantik yang berlangsung—bahkan mungkin tanpa disadari—selama bertahun-tahun dan diturunkan dari generasi ke generasi.

Sedangkan Chia lebih ingin tahu tentang hasil dari proses orang tua-bapak dan ibu- menurunkan ilmu kepada anak-anaknya. Seperti dia memotret keluarga Hatta yang adalah keluarga dokter. Bapaknya seorang dokter gigi, istrinya seorang ibu rumah tangga. Kedua anak perempuannya menjadi dokter gigi dan dokter umum. Anak laki-laki mereka bukan seorang dokter tapi dia menikah dengan seorang dokter gigi. Dan keluarga dari istrinya adalah keluarga dokter pula!

FAMILY PORTRAIT 
oleh ‘Chia’ Nurhamsiah

Keluarga merupakan kehidupan terkecil dalam masyarakat sekaligus berperan sebagai sistem pemerintahan terkecil dalam sebuah negara. Sehingga, ketika melihat sebuah keluarga, disitulah dunia kecil berada.

Identitas sebuah keluarga seringkali ditampilkan dalam sebuah foto keluarga. Tak jarang kita dapati foto-foto keluarga terpampang di setiap rumah, entah di ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, kamar kerja, di atas buffet, dan lain sebagainya.

Sebuah keluarga tak pernah lepas dari konflik, baik itu konflik yang terjadi antara orang tua dan anak, sesama saudara, bahkan suami istri. Berawal dari konflik tersebut, saya mencoba melihat, memandang dan mengamati keluarga dari sisi ke-profesi-an.

Dalam sebuah keluarga, seringkali profesi sang Bapak turun ke anak-anaknya, atau bahkan tidak sama sekali. Beberapa faktor dapat mempengaruhi hal itu, antara lain faktor keluarga dalam artian atmosfer yang ada dalam keluarga tersebut mempengaruhi pola pikir si anak, lalu faktor lingkungan yakni lingkungan tempat tinggal, lingkungan bergaul si anak, dsb. Sebagai contoh, dalam sebuah keluarga dokter, terkadang ada anak yang mengikuti jejak orang tuanya dan adapula yang tidak.

 

SEKEDAR PURA-PURA ATAU MEMANG PURA-PURA 
oleh Anneke Putri Purwidyantari

Pada mulanya, saya mengawali proyek ini karena tertarik pada permainan anak-anak perempuan yang serba –an. Masak-masakan, rumah-rumahan, ibu-ibuan, dsb; semuanya merupakan permainan pura-pura. Masa kecil saya pun tidak luput dengan permainan pura-pura ini. Semua serial permainan khas anak perempuan sudah saya jalani. Hingga saat ini permainan-permainan itu masih teriang-ngiang dengan jelas di kepala saya. Ugh… saya begitu merindukan masa-masa khayal yang menyenangkan itu.

Satu hal khas dari permainan-pemainan itu yang paling saya ingat: Selalu berpura-pura menjadi orang dewasa. Mengimitasi orang dewasa, begitulah beberapa jurnal psikologi menyebutnya. Selalu mengambil peran sebagai sosok dewasa dan berinterpretasi mengenai kehidupan yang ideal.

Dalam bermain, banyak referensi mengenai kehidupan ideal yang diambil anak-anak perempuan seperti: orang tua/orang dewasa di sekitar anak; media massa: terutama televisi, majalah; dsb. Kemudian, mereka mengaplikasikan interpretasi tersebut ke dalam sebuah permainan.

Menariknya, anak-anak perempuan tersebut tidak segan untuk menggunakan benda-benda milik orang tuanya untuk bermain. Mereka mencelemongkan berbagai jenis make-up ke wajah. Pakaian, baju, dan aksesoris pun menjadi sasaran untuk melengkapi khayalan mereka menjadi perempuan dewasa.

 

Biodata

Nurhamsiah (Chia), lahir di Makassar pada tahun 1980. Ia alumnus Jurusan Kimia, Fakultas Matermatika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tugas akhirnya adalah “Silver Recovery of film-Processing Waste for Silver Plating on Iron”. Ia bergabung dengan Unit Fotografi UGM pada tahun 1999. Beberapa karyanya pernah dipamerkan di Yogyakarta, Bli, Makassar dan Jepang. Selain itu, karyanya juga pernah dimuat beberapa edisi di Majalah Matabaca. Tahun 2003, bergabung dengan Teater Gadjah Mada sebagai fotogafer pertunjukan. Selama berproses di Teater Gadjah Mada, ia kemudian mengadakan pameran tunggal foto pertunjukan Kethoprak Lesung Teater Gadjah Mada di Makassar dan di Yogyakarta. Pada tahun 2007, magang manajemen galeri di Rumah Seni Cemeti. Sekarang ini bekerja sebagai asisten peneliti (tenaga tidak tetap) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Makassar.

Anneke Putri Purwidyantari (Putik), lahir di Surabaya pada tahun 1985. Ia alumnus Jurusan Public Relation, Program Diploma Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada. Ia bergabung dengan Unit Fotografi pada tahun 2004. Sekarang ini, ia sibuk menulis, menggambar, mendesain, memotret, membuat video dan mencari uang.

 

SWAN DAY 2009 INDONESIA
“IT’S TIME TO PLAY”
Organized by Ruang MES 56
In partnership with UFO UGM, Crown Photo Studio, and Super Photo Studio
In association with WomenArts/The Fund for Women Artists

Main Website: www.WomenArts.org
SWAN Day Website: www.SwanDay.org
CP: Angki Purbandono
Phone: +62 817 915 1155
e-mail:

Ruang MES 56 
Jalan Nagan Lor no. 17, 
Patehan Kraton 
Yogyakarta 55133 
Indonesia 
Ph: +62 819 0371 5656 +62 817 915 1155

Leave a Reply