Komnas Perempuan: Putus Rantai Diskriminasi Buruh

[ANTARA] ~ Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyerukan kepada penyelenggara negara dan pemberi kerja untuk memutus rantai eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan terhadap buruh perempuan.

“Seruan ini dalam rangakaian peringatan Hari buruh perempuan dan penghormatan pada aktivis buruh perempuan Marsinah yang terbunuh pada 8 Mei 1993,” kata Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah di Jakarta, awal Mei 2012.

Memperingati 19 tahun kematian Marsinah, Komnas Perempuan menyatakan sikap dan merekomendasikan agar pemerintah memberikan jaminan bagi buruh perempuan untuk berserikat dan berkumpul.

Selain itu juga merekomendasikan membangun mekanisme perlindungan bagi perempuan pembela hak-hak buruh, memastikan tempat kerja sebagai ruang aman bagi perempuan untuk bebas dari kekerasan seksual.

Dengan adanya mekanisme komplain dan konseling, pencegahan dan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual, mencantumkan larangan segala bentuk kekerasan di tempat kerja sebagaimana dicantumkan dalam perubahan atas UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Yuniyanti menyebutkan, meski sudah 19 tahun berlalu peristiwa terbunuhnya Marsinah, persoalan buruh perempuan masih terus berlanjut.

 

Buruh Perempuan Terus Alami Kekerasan

Komnas Perempuan mencatat selama 2011 buruh perempuan masih mengalami kekerasan seperti jam kerja yang panjang, larangan cuti haid dan melahirkan bahkan di PHK sepihak.

Perlakuan diskriminatif ini masih dialami oleh tujuh perempuan hamil, 26 perempuan pencari nafkah utama keluarga dan enam diantaranya adalah orang tua tunggal.

“Komnas Perempuan juga melihat adanya diskriminasi dalam bentuk pengabaian paternal leave atau cuti mengasuh anak, perbedaan upah, pesangon dan fasilitas dengan buruh laki-laki bahkan penuntutan balik dan penggantian ganti rugi oleh perusahaan jika karyawan melakukan tuntutan,” katanya.

Isu mendasar lainnya adalah pemberangusan serikat buruh dan kriminalisasi serta pemecatan perempuan pembela hak (aktivis) buruh, antara lain kasus Luviana, perempuan pekerja media dibebastugaskan setelah menuntut hak berserikat dan perbaikan kesejahteraan.

 

Ancaman Kebijakan Diskriminatif

Komnas Perempuan mencatat kerentanan buruh perempuan juga dilakukan melalui ancaman pemberlakuan kebijakan diskriminatif baik lokal maupun nasional.

Hingga akhir 2011, hasil pantauan Komnas Perempuan mencatat terdapat 207 kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang juga berimbas pada buruh perempuan.

Namun Komnas Perempuan juga mengapresiasi sejumlah terobosan antara lain, terkait penghapusan diskriminasi antara pekerja tetap dan pekerja outsourcing melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditetapkan pada 17 Januari
2012.

Juga diratifikasinya konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan hak-hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya oleh DPR pada 12 April 2012.

Serta dikeluarkannya “Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja” yang diterbitkan berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 03/MEN/IV/2011, April 2011.

“Terobosan harus tetap berlanjut, karena tidak berbanding dengan persoalan yang ada,” ujar dia. :: ANTARA/mei2012

 

http://www.komnasperempuan.or.id/

http://saynotoviolence.org/

Leave a Reply