Renungan Tentang Cinta

Oleh Valentina Sagala, Institut Perempuan
[INSTITUTPEREMPUAN] – Menurut sebagian orang, cinta mengubah segalanya. Karena cinta, dunia jadi berwarna warni, pink, ungu, oranye, biru, jingga, hingga abu-abu; tak lagi hanya hitam dan putih.
Kisah tentang cinta tak pernah ada habisnya, membentang lintas status sosial, agama, suku, ras, dan golongan. Cerita cinta tak pernah homogen dan seragam, serta kebanyakan unpredictable alias tak terduga. Dengan caranya sendiri, kisah-kisah itu sampai di telinga, mata, rasa, dan pikiran kita.

 .

Film-film diproduksi dengan ‘menjual’ kisah cinta. Mulai dari film layar lebar “Cintaku di Kampus Biru” yang dibintangi Roy Marten, “Gita Cinta SMA” yang melejitkan nama Rano Karno dan Yessi Gusman, hingga “Ada Apa dengan Cinta” yang fenomenal di tengah keterpurukan perfilman nasional. Tak perlu keluar ongkos angkot dan karcis bioskop, orang juga bisa menikmati suguhan bertema cinta yang ditayangkan di berbagai TV swasta. Mulai dari kartun Bart Simpson, kisah “Tokyo Love Story”, telenovela “Maria Mercedes”, hingga “Meteor Garden” yang membuat banyak laki-laki muda memprototip F4 dan perempuan muda berharap menjadi kekasih mereka.

 .

Di jajaran sinetron, kita mengenal kisah cinta anak Betawi lewat “Si Doel Anak Sekolahan” hingga “Tersanjung” yang mengusung tema cinta tak habis-habisnya, entah sampai ‘tersanjung’ keberapa. Di bulan suci Ramadhan pun, sinetron religius semacam “Ikhlas” dan “Doa Membawa Berkah” tetap bertema cinta yang luas.
Lagu-lagu tentang cinta laris manis sepanjang masa dan tak ada habisnya. Mulai dari jaman Koes Plus, Panbers, Titik Puspa, Ebiet G. Ade, Rinto Harapap, hingga Kris Dayanti, Audi, sampai Inul Daratista. Tak cuma di café-café yang melantunkan lagu-lagu Bozza Nova for Lovers atau Jazz Cappuccino, kita bisa menikmati lagu dangdut bertema cinta seperti “Terlena” dan “Sembako Cinta” di panggung-pangung orkes keliling kampung.

 .

***

 .

Akh, betapa dahsyatnya cinta. Dengan tema besar cinta, rasa itu mengalir lewat berbagai adegan, dialog, musik, dan teks lagu. Tak cuma dalam layar kaca, kisah cinta membentang dalam kehidupan nyata, dari romantisme sepasang manusia, perkawinan, perebutan harta dan kekuasaan, perselingkuhan, perkosaan, aborsi, penganiayaan terhadap istri, hingga pembunuhan.

 .

Beberapa dari kita mungkin merasakan, tanpa pernah mengatakan “kami mencintaimu”, ayah dan ibu melimpahkan hidup kita dengan cinta. Tanpa pernah mengatakan “karena cinta”, para guru mendidik murid-muridnya di pelosok kampung dan dusun meski dengan upah yang sangat minim, para dokter dan bidan menolong masyarakat desa meski dengan kesejahteraan yang tak mencukupi. Tanpa berpidato soal cinta, para istri atau janda di pedesaan bermigrasi mencari kerja di negeri seberang dengan resiko tinggi. Tak sedikit yang menjadi pelacur dan korban perdagangan (trafiking) perempuan dan anak.

 .

Di sepanjang jalan Dago di akhir pekan, sejumlah orang mendagangkan bunga pada sejoli yang kelihatan sedang jatuh cinta. Kata kawan saya yang sedang jatuh cinta, cinta membuatnya menantikan hari esok dengan rindu, sedikit tak sabar, dan berdebar-debar. Mereka yang sedang dimabuk cinta berani dan bisa melakukan apa saja demi cinta. Konon, sejumlah karya bernilai mutu tinggi lahir dari mereka yang sedang jatuh cinta. Di sisi lain, karena cinta yang tak kesampaian atau pengkhianatan, orang bisa menangis tak henti-henti, depresi berat hingga masuk rumah sakit jiwa, membunuh atau bunuh diri.

 .

Kerja-kerja di Institut Perempuan maupun LSM lain yang melakukan pendampingan perempuan menunjukkan keterkaitan antara ‘cinta’ dan kekerasan terhadap perempuan. Tidak sedikit kekerasan dan pengabaian yang menimpa perempuan diatasnamakan cinta.

 .

Presiden Megawati Soekarnoputri saat peringatan Nuzulul Quran 1424 H menyerukan umat manusia agar mencintai tanah airnya. Menurutnya, di tengah keadaan dunia yang diwarnai gejolak, kehidupan antar bangsa bagai diselimuti mendung dan cengkeraman sikap saling curiga, tidak percaya, dan meluasnya fitnah dan ancaman. Adalah tugas utama untuk mengembangkan sikap saling memahami, mengerti, menerima, dan mengasihi sesama warga bangsa dari mana pun asal usul kesukuan dan etnisitas. Keutuhan sebagai bangsa yang hidup dalam satu negara kesatuan sangat bergantung kemampuan dan kemauan kita untuk mengembangkan cinta dan sayang kepada sesama suku sebagai sesama warga bangsa.

 .

***

 .

Akh, betapa melegakannya rentetan kata tersebut. Pada saat yang sama, saya mulai bertanya-tanya, betapa mengerikannya ketika cinta kehilangan makna dan tidak lagi sederhana. Masih segar rasanya ingatan kita atas ketidakadilan yang menimpa sebagian besar rakyat negeri ini. Kemiskinan yang mengenaskan, biaya hidup mencekik, penggusuran, nasib TKI/TKW yang diabaikan, konflik, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, kekerasan terhadap perempuan, angka kematian ibu yang tinggi, dsb. Sementara kita menyaksikan korupsi menggerogoti negeri ini, sebagian besar pejabat hidup mewah, wakil rakyat bolos atau tidur saat sidang soal rakyat, keadilan dihargai dengan rupiah, kekerasan dan premanisme menjadi jalan yang sah. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Kepada siapa sesungguhnya seruan Ibu Presiden ditujukan?

 .

Jika cinta mengubah, apalah arti cinta tanpa kesejahteraan bagi rakyat miskin? Apalah arti cinta, bila segenap hidup kita dipenuhi kekerasan, pengkhianatan, kemunafikan, pengingkaran, dan pengabaian pada rasa itu? Apalah arti cinta tanpa tanggungjawab? Apalah arti cinta tanpa keadilan bagi mereka yang memohon? Apalah arti cinta tanpa pengakuan pada sejarah dan kenyataan? Apalah arti cinta tanpa pemenuhan hak asasi rakyat? Apalah arti cinta tanpa otonomitas, tanpa kemerdekaan?

 .

*Aktivis Perempuan, Direktur Eksekutif Institut Perempuan

(Tulisan ini pernah dimuat di HU Pikiran Rakyat, 23 November 2003)

 .

Leave a Reply