Sekitar 1.100 Buruh Migran Meninggal Selama 2009

[WASPADAONLINE] – Lembaga advokasi Migrant Care memperkirakan jumlah tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang meninggal sepanjang 2009 mencapai sekitar 1.100 orang. Sekitar 68 persen dari mereka meninggal di Malaysia disusul Arab Saudi sebanyak 20 persen. Penyebab kematian mereka cukup variatif seperti penganiayaan, kecelakaan kerja, dan situasi kerja buruk. ”Kami masih menghitung untuk periode hingga Desember 2009, tapi diperkirakan sekitar 1.100 orang. Kalau per November, data pastinya 1.018 orang yang meninggal,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, Jumat,  (29/1/2010).

Menurut Anis, pengiriman TKI ke Arab Saudi dan Malaysia dalam beberapa tahun terakhir cukup besar. Hal itu karena pemerintah selalu berusaha mencapai target penempatan satu juta TKI per tahun. Sementara, peningkatan kualitas TKI belum menjadi prioritas. Hal itu diperparah masih lemahnya perlindungan atas mereka di negara penerima.

Anis mengkritisi program pelatihan 200 jam yang dicanangkan pemerintah. Menurutnya, pelatihan tersebut tidak memberikan porsi cukup untuk meningkatkan kualitas intelektualitas dan pemahaman TKI dalam menghadapi potensi tindakan melawan hukum dilakukan majikan. ”Materi non skill seperti memahamkan soal hukum tenaga kerja setempat, hukum tenaga kerja di sini, dan hak reproduksi hanya sedikit porsinya meski penting bagi mereka,” katanya.

Selain itu, metodologi penyampaian materi juga tidak diterapkan sesuai kebutuhan TKI. Selama ini, metode digunakan dalam pelatihan lebih berupa ceramah materi dan bukan partisipatoris. ”Bagaimana kita mengharapkan mereka cepat paham kalau polanya ceramah. Mestinya partisipatoris sehingga buruh migran mau terlibat aktif memahami,” ujarnya.

Mengenai situasi kerja buruk, hingga kini seluruh TKI di Malaysia dan Arab Saudi belum memperoleh hak libur satu hari dalam sepekan dan memegang paspor sendiri. Bahkan, banyak dari mereka yang bekerja 18 jam sehari. Sementara, mereka hanya diberikan makan tidak cukup dan di bawah standar gizi oleh majikan. Kondisi diperparah karena banyak dari mereka tidak memperoleh fasilitas tempat tidur layak. ”Pembantu rumah tangga juga manusia yang punya keterbatasan fisik juga,” katanya.

Untuk mengatasi masalah itu, menurut Anis, pemerintah harus memberikan perhatian lebih serius dalam meningkatkan kualitas TKI yang bakal dikirim ke luar negeri. Pemerintah sebaiknya jangan hanya mengejar target pengiriman saja. Selain itu, pemerintah juga harus memperkuat pengawasan dan kesediaan negara tujuan untuk memberikan perlindungan bagi TKI.

Untuk mendapatkan tanggapan pemerintah, Republika berusaha menghubungi Dirjen Pembinaan dan Penempatan (Binapenta) Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans, I Gusti Gede Gede Arke beberapa kali. Dalam pesan singkat, ia meminta Republika meminta menghubungi bawahannya, Asisten Dirjen Binapenta Abdul Malik Harahap atau Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri. Namun, keduanya tidak bisa dihubungi meski dikirim pesan singkat dan ditelpon berkali-kali. – [30JAN2010 – Waspada Online]

Leave a Reply