Surutnya Expedisi Perempuan Petualangan Indonesia

Ekspedisi Perempuan Petualangan Indonesia

Surut Gara-gara Beragam Kendala


Clara Sumarwati di puncak Gunung Aconcagua, Argentina, ketinggian 6960m, tahun 1993.
Pendaki legendaris Clara Sumarwati di puncak Gunung Aconcagua, Argentina, ketinggian 6960m, tahun 1993. Foto dokumentasi Tim Pendakian Aconcagua Putri ’93.

JAKARTA – Dunia petualangan sering diidentikkan dengan laki-laki. Seolah-olah keberhasilan ekspedisi hanya dimonopoli kaum adam. Padahal, bila disimak lebih teliti, kaum hawa pun menyimpan segudang prestasi petualangan yang patut diacungi jempol. Yang pasti semangat Kartini juga mampir dalam dunia petualangan Indonesia. Dan mereka berhasil memberi bukti: bukan sekadar pelengkap ekspedisi.

Bila mau bukti, silakan telusuri prestasi perempuan Indonesia. Dengan semangat tinggi, mereka mampu berbicara di tingkat mancanegara. Sayang, belakangan ekspedisi khusus putri Indonesia terus menyurut. Akhirnya, mereka pun sepi dari pemberitaan.

”Sebetulnya, petualangan putri kita nggak vakum begitu saja. Masih tetap ada petualangan mereka, meski skup-nya dalam negeri,” ujar Dwi Astuti – petualang putri senior. Ia menilai, walau tak ada lagi tim cewek yang berhasil menggelar ekspedisi petualangan ke luar negeri mereka masih tetap jalan-jalan di seantero Nusantara. Buktinya, masih cukup banyak petualang perempuan yang tergabung dalam sebuah tim ekspedisi klub atau kelompok pencinta alam.

Boleh jadi pemberitaan petualangan para perempuan ini menjadi sepi lantaran prestasi menyambangi pelosok Nusantara dianggap ”biasa-biasa” saja. Maklum, petualangan ke mancanegara seringkali dianggap sebagai standar mutu keberhasilan dan patokan prestasi. Atau kemungkinan lain, para petualang – pelaku kegiatan – itu agak malas menulis di media massa.

Kalau menyimak tayangan televisi, pendapat Dwi Astuti ada benarnya. Sebuah televisi swasta yang menginduk kepada grup penerbitan terkemuka Indonesia secara rutin menayangkan program petualangan ke pelosok negeri tercinta. Di situ, digambarkan bagaimana seorang perempuan petualang menjelajahi tempat-tempat yang menggetarkan hati. Yang terasa kurang si petualang putri hanya menjadi sebuah simbol program acara dan tim yang membantunya masih didominasi laki-laki.

Bukti lain, pada tahun ini Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) juga sudah menyiapkan ekspedisi putri. Rencananya pada saat tulisan ini dibuat, mereka bakal menelusuri dan mencari gua-gua baru di kawasan Maros, Sulawesi Selatan. Biar skalanya lokal tapi paling tidak ini bisa jadi bukti bila tim putri masih eksis dalam dunia petualangan kita.

Prestasi Clara Sumarwati sebagai pendaki pertama di Asia Tenggara yang menaklukkan Puncak Everest, Nepal, justru diragukan oleh komunitas pendaki gunung nasional.
Prestasi Clara Sumarwati sebagai pendaki pertama di Asia Tenggara yang menaklukkan Puncak Everest, Nepal, justru diragukan oleh komunitas pendaki gunung nasional.

Ujung-ujungnya Dana

Keluhan paling kencang dalam menggelar ekspedisi khusus putri adalah masalah dana – sebetulnya ini menjadi masalah bersama dalam dunia petualangan secara umum. Gara-gara seret mendapat sponsor, ekspedisi putri Indonesia ke Gunung Everest harus jalan di tempat. Puncak tertinggi di dunia (8.848 meter) memang sudah berhasil dijejaki laki-laki Indonesia pada 1997. Sebelumnya, sempat tersiar kabar bahwa pendaki putri kita, Clara Sumarwati berhasil meraih tripod Everest. Sayang banyak kalangan meragukan keberhasilan ekspedisi tersebut.

”Dari tahun 1993 – 2003, saya masih ngejalanin proposal untuk pendakian putri ke Everest,” kata Dwi Astuti. Wiwi – sapaan ibu tiga anak ini – memang belum berhasil menggaet sponsor tetapi ia masih tetap bersemangat. Perempuan berusia 47 tahun ini tetap menyimpan cita-cita: menjadi anggota pendaki dan meraih tripod Everest.

Dana yang dibutuhkan untuk ekspedisi putri ke Everest nilainya mencapai 4 milyar rupiah. Hitung-hitungan kasar yang diberikan Wiwi itu untuk memberangkatkan 8 pendaki plus 4 anggota pendukung. ”Biar susah cari sponsor, aku tetap gigih (mencari dana). Aku dan teman-teman yang lain tetap latihan fisik seminggu sekali, minimal joginglah,” jelas Wiwi.

Dunia petualangan memang sepi dari sorak sorai penonton. Alasan inilah yang dianggap para sponsor tidak menguntungkan bagi mereka. Daya jual petualangan pun menjadi lemah. Apalagi bila para sponsor itu membandingkannya dengan pentas musik – yang jauh lebih ramai dan menguntungkan. ”Manusia-manusia petualangan memang dituntut jeli untuk merayu sponsor,” tukas Wiwi.

Selain dana, kesibukan para pendaki jadi kendala berikut. Petualang putri senior yang sudah malang-melintang makin tenggelam dengan rutinitas kerja dan kesibukan mengurus keluarga. Ini dirasakan oleh Amalia Yunita (36), petualang putri yang sekarang sibuk mengurus usaha wisata petualangan arung jeram. Sedang untuk menggelar ekspedisi serius komposisi paling pas adalah meramu antara muka-muka lama dan baru. Tak terlalu pincang dan tetap ada proses regenerasi.

Regenerasi menjadi penting, sebab tak banyak perempuan Indonesia yang bercita-cita menjadi petualang sejati. Terlebih kegiatan berpetualang dilakukan untuk mengisi waktu senggang saat kuliah. ”Biasanya (masa aktif) paling mentok dua tahun,” sebut Diah Bisono, petualang senior yang juga anggota Mapala UI.

Pendaki kawakan Dwi Astuti.
Pendaki kawakan Dwi Astuti.

Setelah dua tahun itu, mereka sudah disibuki dengan kuliah yang harus cepat beres, serius pacaran dan lainnya. Jadi jangan heran – pada masa itu – Diah pun mengaku sulit mengumpulkan petualang yang mau berekspedisi dalam satu tim khusus putri yang makan waktu lama dan simultan.

Heni Juhaeni – pemanjat putri dari Bandung mengatakan bahwa ada pergeseran di tengah petualang putri kita. Mereka tampaknya lebih mengejar sisi kompetisi ketimbang berkecimpung di arena petualangan. Paling gampang soal pemanjatan tebing. Terlebih cabang ini sudah resmi dipertandingkan dalam Pesta Olahraga Nasional (PON).
Tampaknya, kita masih harus bersabar menanti bergulir kembali ekspedisi putri Indonesia. Moga-moga, semangat Kartini tak pernah padam di benak mereka. Mari kita doakan semua usaha ke arah sana. (bay)

Sumber >> Sinar Harapan

 

Leave a Reply