Tahu Petis Wieke Tembus Selera Segala Kalangan

Wieke Anggraini dan waralabanya menjadi duta hidangan tradisional Nusantara, tahu petis, 29 Maret-1April 2012 di ajang “Pasar Malam Indonesia” di Malieveld, Den Haag, Negeri Belanda.

[KERINGATJUTAWAN] – Wieke adalah bukti, bahwa lewat keberanian, kerja keras, wanita juga mampu sukses bergerak di bidang wirausaha. Berkembangnya usaha tahu petis yang sudah digelutinya sejak 2006 ini bukanlah tanpa halangan. Dimulai dari keberaniannya untuk melepaskan gaji tiap bulan dengan berbagai fasilitas sebagai karyawan kantoran yang merupakan keinginan sebagian orang. Wieke justru memilih gerobak sederhana dan tahu petis sebagai usaha yang digelutinya. Keputusannya saat itu pun mendapat tantangan pihak keluarga. Namun keinginannya untuk berwirausaha seperti tak terbendung.

Berkat dukungan sang suami dan tekadnya bangkit. Memulai dari sebuah gerobak sederhana, Wieke menyadari bahwa belum banyaknya pengusaha yang melirik tahu petis sebagai bidang usaha. Itu sebuah peluang baginya. Bermodalkan uang 3 juta rupiah, Tahu Petis Yudhistira pertamanya dibuka di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Lokasi pasar menjadi pilihannya untuk menjajakan tahu petisnya. Hal itu dilakukan untuk melihat bagaimana selera konsumen terhadap tahu petis buatannya sendiri. Baginya, pasar juga merupakan tempat paling strategis untuk menjaring pembeli dalam rangka mengenalkan tahu petis ke masyarakat Jakarta.

Tahu Petis Bersiasat Pemasaran

Melalui cita rasa yang ditawarkan oleh “Tahu Petis Yudhistira” — tahu pong yang lembut berpadu dengan petis yang manis — menjadikan tahu petis hasil olahan Wieke ini mampu mencuri perhatian. Untuk melakukan inovasi Wieke hanya membutuhkan waktu dua bulan. Uniknya, Wieke melibatkan suami dan keluarganya yang berasal dari Sumatera untuk mencoba tahu petis buatannya. “Mereka bilang enak dan rasanya pas dilidah”, kenang Wieke. Petis buatan perempuan yang gemar hobi wisata kuliner ini memiliki rasa dan aroma udang yang kuat.

Namun semuanya tidak berjalan lancar begitu saja, tempat berjualannya sering kena razia Satpol PP. Namun bagi perempuan kelahiran Semarang ini kendala itu tidak menyurutkan tekadnya. Ia mendapat kesempatan untuk berjualan di tempat yang lebih baik, dekat dengan swalayan di daerah Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tak lama berselang ia pun mampu melebarkan sayap bisnisnya ke pusat belanja modern, tepatnya di ITC Kuningan. Menyadari potensi tahu petisnya bisa merambah tidak hanya kalangan bawah tapi juga menengah ke atas, lulusan Magister salah satu Universitas Swasta di Jakarta ini pun mulai fokus mengangkat citra jajanan tradisional tahu petis menjadi salah satu makanan modern. Semua strategi itu menyangkut tampilan, kemasan, penyajian, cara penjualan, lokasi hingga pemasaran.

Dari Pasar ke Mal dan ke Supermarket

“Saat itulah kita memikirkan brandingnya. Kita ingin tahu petis ini menarik dari mulai kemasannya, cara penyajiannya hingga marketingnya. Semua channel marketing kita manfaatkan, dari online, offline, serta pameran- pameran, hingga melalui media,” jelas ibu dari Livia Izzati ini. Berkat konsep yang kuat, tahu petis khas Semarang ini berhasil memasuki salah satu mal besar di Jakarta, yaitu Plaza Indonesia. Bagi Wieke sendiri brand dengan konsep yang kuat merupakan kekuatan sebagai identitasnya sehingga bisa berkembang seperti sekarang ini. ‘Kita memperhatikan hal yang detail, tidak hanya dari kemasan dan logonya saja, tapi dari cara kita mengkomunikasikan produk. Ternyata trik itu berhasil. Walaupun makanan tradisional kaki lima tapi bisa dinaikkan gengsinya sehingga bisa dijual di tempat-tempat bergengsi”, ungkapnya.

Puncaknya pada tahun 2008, Wieke dengan tahu petis khas Semarangnya berhasil menjadi pemenang pada ajang wirausaha yang diselenggarakan oleh salah satu majalah di Jakarta. Dari kemenangan ini isteri dari Donny Taufik ini mendapatkan tambahan modal yang digunakannnya untuk mengembangkan usaha. Namun baru pada bulan April 2010, ia menawarkan konsep waralaba bagi mereka yang ingin bermitra dengannya. Untuk membuka “Tahu Petis Yudhistira” investasi yang dibutuhkan sebesar 11 juta rupiah, tidak termasuk lokasi, karyawan dan lemari pendingin.

Dalam menjaga kualitas ini maka komunikasi merupakan sarat mutlak. Masalah apa pun yang terjadi di gerai waralaba bisa ditemukan solusinya jika terjalin komunikasi. Dengan harga Rp. 2.500,- per potong, Wieke mempunyai target mitra akan balik modal dalam hitungan lima hingga enam bulan. Tergantung dari lokasi dan owner itu sendiri, sejauh mana ia punya keterlibatan untuk mengembangkan usaha ini. Saat ini pengembangan terus dilakukan Wieke dengan tidak hanya menjual tahu, tapi juga menjual bumbu petis dalam kemasan botol yang juga sudah tersedia di supermarket besar. Petis Yudhistira tidak hanya dapat dijadikan saus untuk aneka gorengan saja tapi dapat juga digunakan untuk bumbu masakan. Waralaba “Tahu Petis Yudhistira” pun berkembang signifikan. Dari hanya tiga gerai waralaba dalam setahun pada awal 2012 berkembang hingga 19 gerai. :: jan2012

 

 

http://keringatjutawan.blogspot.com/2012/01/tahu-petis-modern-dari-gerobak.html

http://www.tahupetis.com

 

Leave a Reply