Hermandari Kartowisastro, Petualang Lensa Pendobrak Mitos Usia

 Tidakkah ada rasa keingintahuan dalam dirimu? Bila hal ini tidak ada, apakah kamu tidak serasa “mati”? melakukan hal yang sama hari ke hari dan merasa nyaman Taktanda awal dari “kematian”. Travelling itu membuka cakrawala dan memberi pengetahuan baru tentang apa saja, keragaman budaya manusianya, makanan, keindahan alam. Syukurilah hidup dan nikmati. Kita baru berhenti belajar dan menambah pengetahuan bila mata telah tertutup untuk selamanya.

– Hermandari Kartowisastro

 

Tulisan oleh Carla Bianpoen

FEMINApesona – Jarang ada perempuan Indonesia yang pada usia lanjut membuat hobinya menjadi titik profesional yang baru. Tapi itulah yang membedakan Hermandari Kartowisastro (Ndari) dari perempuan kebanyakan. Pada usia 65 ia belajar menyelam. Terbukalah dunia yang akan membuatnya terpesona selama-lamanya. Di sini ia menemukan firdausnya binatang laut, dari ikan kecil-kecil sampai yang terbesar seperti ikan hiu.

Karya Ndari dari perjalanannya ke Afrika, 2014.

 

Lalu Ndari memutuskan untuk mendalami fotografi secara sungguhan, karena ia bosan dengan hasil jepretan kamera otomatis yang hasilnya begitu-begitu saja. Ia ingin menghasilkan foto yang bisa mencerminkan takjub yang ia alami. Ia mengambil kursus fotografi yang juga mengadakan praktek di lapangan. Hobi barunya ini membawanya ke berbagai tempat di tanah air, selain juga ke mancanegara. Juga menghasilkan sesuatu yang lain, ketika pada ulang tahunnya yang ke-70, 13 November 2013, ia mengadakan pameran fotonya yang pertama, yang dinilai seorang fotografer kawakan seperti Oscar Motuloh, ‘sangat bagus’, ‘kuat’, dan ‘harus dilanjutkan’.

 

The Harmonious and Symmetrical Pillars at Amer Palace, India.

Ndari mendalami fotografi selama tiga tahun. Karena itu, profesionalisme yang terkandung dalam foto-fotonya terasa mengejutkan. Ia memahami betul segi-segi teknis dari fotografi. Ditambah dengan estetik, komposisi, dan perhatian pada detail, yang biasanya tidak dianggap penting tapi olehnya justru diangkat menjadi aksen yang utama, seperti yang terlihat antara lain di foto The Harmonious and Symmetrical Pillars at Amer Palace, India (atas).

https://youtu.be/I0MWWJO9HpE

Ibu Hermandari Kartowisastro berbagi pengalaman fotografi,
di acara sarasehan fotografi bertajuk ”Travelling Photography” di Jakarta Photo Club,
Jl. Selaparang Blok B15, Kemayoran, Jakarta, 2016.

Di darat atau di bawah air, foto-fotonya tetap ditandai ciri khasnya: rasa, roh, dan komposisi yang jitu. Estetis, dramatis, seakan bernarasi, The Beauty of Raja Ampat Underwater, Papua, atau A School of Fish at Alor Deep, NTT, atau The Whale Shark from Centrawasih Bay, Papua. Rupanya ia tidak mengalami keterbatasan di bawah air, walaupun membuatnya jauh lebih sulit, karena ia harus membawa tabung oksigen dan peralatan fotografi sambil menyelam.

Sejak muda, hobi Ndari memang traveling, tapi tampaknya kesenangan tersebut menjadi-jadi dalam sepuluh tahun terakhir. Semangatnya menggebu-gebu. Cucunya, Raissa yang umur 16 tahun mengatakan, “Ini 70 atau 17 tahun?!”

Ndari di Danau Baikal, Siberia, Russia, 2017.

 

Ia sudah menjelajahi berbagai negara di Asia, Asia Tenggara, Selatan dan Asia Timur, seantero Eropa dan Amerika, dan tentunya pulau-pulau dan provinsi di Indonesia. Saya teringat Emiria Soenassa, pelukis perempuan Indonesia yang pertama. Ia juga menjelajahi Nusantara ketika travel sendirian tidak lumrah bagi perempuan. Ketika artis pria masih bergumul dengan keindonesiaan yang di dengung-dengungkan Sudjojono, dan belum sampai melintasi batas pulau Jawa, Emirialah yang berhasil mengungkapkan kesatuan Indonesia pada karyanya. Namun, kalau Emiria banyak melukis penduduk Nusantara, Ndari lebih berfokus pada kekayaan alamnya, belantara yang terbentang luas, nyaris tanpa ada satu pun manusianya.

Camp Poincenot Los Glaciares National Park, Argentina, 2017.

Buku fotografi setebal 96 halaman yang diluncurkan bersamaan dengan pembukaan pameran berjudul Mengapa Tidak bak buku seni yang bisa dibuka berulang-ulang tanpa membosankan, karena setiap kali membukanya, kita akan mengalami kembali sensasi penjelajahan dunia luas yang penuh pesona.

“Mengapa Tidak” menangkan Medali Emas 2014 untuk buku cetakan hitam-putih di Thailand.

Hermandari Kartowisastro lahir di Banjarnegara. Kalau dia bergabung dengan KAMI menentang Sukarno ketika menjadi mahasiswa ITT di Bandung, pada  1998 ia ikut dengan aktivis masyarakat madani menentang Suharto, kemudian juga menjadi aktivis pluralisme, hak perempuan, HAM, gerakan perempuan sadar politik, bergabung dengan berbagai yayasan sosial sambil menjalani bisnisnya, tampak memiliki energi yang menggebu-gebu dengan sejuta aktivitas, yang dilengkapi dengan diving, traveling, dan memburu objek foto. Ya, tepat sekali judul bukunya: Mengapa Tidak! :: FeminaPesona/november2013

 

http://www.pesona.co.id/article/berbagi-kisah-tentang-fotografi

kutipan > http://aemvede.blogspot.co.id/2014/12/people-who-have-meaning.html

karya fotografi di FB > https://www.facebook.com/hermandari.kartowisastro

 

 

Leave a Reply