Siti Rofiah Galang Perempuan Bangun Pangan Lembata

Siti Rofiah dari Klomppad, kelompok kaum tani dan nelayan di Lembata, NTT.

 

FLORESKITA.COM – Siti Rofiah, atau biasa dipanggil Siti, adalah seorang aktivis perempuan Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, sekaligus penggerak organisasi masyarakat Kelompok Petani dan Nelayan Penjaga Abrasi Laut dan Darat (Klomppad).  Perempuan kelahiran Lembor, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Barat, ini adalah pencinta lingkungan dan pelestari pangan lokal di Pulau Lembata. Lewat perjuangannya, lahan seluas lebih dari 2 hektar telah ditanami mangrove (bakau) demi menjaga Lembata agar tetap lestari sepanjang masa.

Tercatat 1.340 orang baik petani, nelayan, peternak dan pekebun tergabung di organisasi Klomppad. Mimpi Siti cukup sederhana, yakni lingkungan alam Lembata tetap lestari dan masyarakat Lembata semakin sejahtera. Siti prihatin melihat kondisi alam Lembata yang gersang dan dililit kemiskinan akut. Tak jarang keterpurukan hidup memaksa warga untuk merantau ke luar daerah atau negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

“Warga Lembata tidak harus pergi merantau. Mereka bisa hidup di atas tanah mereka sendiri,” ujar Siti.

Ibu dua anak ini, sebelum mengikuti suaminya menetap di Lembata, adalah seorang aktivis perempuan di Manggarai Barat. Separuh waktunya ia dedikasikan  untuk mengorganisir masyarakat, khususnya para petani sawah di Lembor. Di desa asalnya, ia menjabat sebagai Ketua Aliansi Petani Lembor (Apel) untuk beberapa periode sebelum ia pindah ke Lembata.

Di pulau yang berada di gugusan sebelah timur Flores, NTT, perjuangan Siti terbilang sulit. Bersama beberapa aktivis perempuan Lembata, ia berjalan dari kampung ke kampung untuk mengorganisir petani dan nelayan. Selain memberi motivasi kepada para petani dan nelayan agar bekerja keras dan mencintai pangan lokal, ia juga terlibat aktif membantu para korban human trafficking (perdagangan orang).

Menurut Siti, daerah Lembata sangat rawan terhadap perdagangan orang dan tertularnya berbagai wabah penyakit. Kemiskinan adalah salah satu faktor pemicu utama terjadinya berbagai praktek human trafficking dan penyebaran HIV/AIDS, selain juga memunculkan berbagai kasus sosial, seperti penelantaran anak dan pengabaian terhadap hak-hak perempuan. 

Pemandangan Pula Lembata, Nusa Tenggara Timur. foto > floreskita

Akibat lelaki merantau, di kampung-kampung Lembata terdapat banyak perempuan menjanda dan banyak anak terlantar. “Kalau saya ke kampung-kampung, saya sedih melihat begitu banyak perempuan desa menjadi janda dan banyak anak yang tidak terurus karena laki-laki atau suami mereka banyak yang pergi merantau,” ujarnya.

Selain terlibat dalam kegiatan kemanusiaan, Siti juga bergerak di bidang budidaya pangan lokal. Berbagai jenis tanaman pangan lokal seperti padi, jagung, ubi, sorgum, kacang-kacangan dan beberapa jenis palawija lain ia budidayakan. Bersama beberapa kelompok petani, Siti berhasil membangun keswadayaan sumber pangan lokal di Lembata. Siti tidak sendirian. Ia bekerjasama dengan pemerintah daerah Lembata. Lahan seluas lebih dari dua hektar menjadi pusat kegiatan ketahanan pangan masyarakat Lembata.

Dalam keseharian, Siti melihat betapa kaum perempuan sangat rentan dan sering menjadi korban ketidakadilan.

Selain menekuni sumber pangan, bersama perempuan nelayan Siti menggelar berbagai kegiatan pelatihan ketrampilan maritim, seperti pengolahan ikan dan pendidikan hukum kritis. Ia menyadari pentingnya pelatihan dan pendidikan bagi kaum perempuan agar memiliki modal keterampilan cukup untuk mandiri mengolah sumber daya alam dan menciptakan sendiri sumber perekonomian yang layak, di samping membangun kesadaran akan hak-hak asasi manusia kaum perempuan. 

Ia menyebut, dari jumlah orang yang tergabung di organisasi Klompplad, baik dari kalangan petani maupun nelayan, hampir 40% adalah para janda atau perempuan yang ditinggalkan suami, baik karena merantau atau bercerai. Bagi Siti, pemerintah harus mengetahui kondisi riil yang kini dihadapi oleh kaum perempuan Lembata. Kaum perempuan harus mendapatkan hak-haknya dan tidak terus-menerus menjadi korban berbagai kebijakan yang tidak adil, atau kebijakan yang merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan.

Dengan bekal tekad hati, Siti sudah mendahului dan merintis jalan menuju kesetaraan dan kesejahteraan sesama warga Lembata. Semoga dari ufuk Timur Lembata, semakin banyak kaum perempuan yang ikut menyuarakan aspirasinya. Meskipun suatu perjuangan tidak selalu berhasil, namun bagi seorang Siti Rofiah, setidaknya ia sudah memulai. :: FLORESKITA.COM/okt2015

 

sumber

http://www.floreskita.com/siti-rofiah-perempuan-baja-dari-lembata/

Leave a Reply