Ir. Netta Amalia, Penguji Sayap Pesawat Airbus

Ir. Netta Amalia
Ir. Netta Amalia

[FEMINA] – Tubuh mungil Netta Amalia, insinyur asal Bandung yang menyandang tugas penting di perusahaan perakit pesawat di negeri Inggris, tampak tenggelam di antara jajaran pria asing bertubuh menjulang di sekelilingnya. Tetapi, jangan pandang dari fisiknya, sebab dirinyalah otak di balik kekuatan struktur sayap Airbus, pesawat berbadan besar rakitan Inggris itu.

Memimpin para insinyur yang kesemuanya adalah pria, dan bekerja di dunia profesi yang cukup maskulin, membawa banyak warna dan makna dalam kehidupan alumnus IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) ini. Dari kota Bristol, Inggris, ia membagikan kisahnya kepada Femina.

Dari Gedung ke Pesawat

Sejak masih duduk di bangku sekolah, kegemarannya adalah berlama-lama menengadahkan wajahnya ke langit. Bukan untuk menanti pesawat terbang dan melambai-lambaikan tangan, persis seperti kebanyakan anak seusianya, tapi untuk mengagumi keindahan gedung-gedung pencakar langit. “Suatu hari nanti, saya akan menjadi orang yang mendesain gedung-gedung pencakar langit tersebut!” tekad Netta kecil dalam hati.

Kesempatan untuk mewujudkan impian masa mudanya ini terbuka saat ia menuntaskan pendidikan di Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November, di Surabaya. Ia terpilih menjadi satu-satunya perempuan di antara para insinyur pria yang bekerja sama dalam tim untuk mendesain salah satu hotel paling terkenal dan bergengsi di Surabaya.

Siapa sangka, mimpinya ternyata tak mentok pada desain gedung semata, namun terus membubung hingga ke angkasa. Pencapaiannya yang satu ini berawal di tahun 1993. Pada waktu itu Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek), Prof. Dr. B.J. Habibie, sedang sibuk mengembangkan  berbagai proyek industri strategis berteknologi mutakhir, seperti BBPT, IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia), PT PAL, dan Pindad. Lowongan bagi para sarjana lulusan teknik terbuka lebar. Dengan antusiasme tinggi, Netta pun ikut mendaftar dan diterima.

“Saya sangat beruntung mendapat kesempatan bekerja di IPTN dalam bidang teknik struktur pesawat terbang, bidang baru yang sangat menantang bagi saya. Saya gembira bisa berkontribusi dalam sebuah program negara,” ungkap Netta, meluapkan perasaan hatinya saat itu.

Di IPTN inilah ia mendapat kesempatan belajar di bawah bimbingan para asisten teknis mancanegara, yaitu para insinyur berpengalaman dari Airbus dan perusahaan dirgantara lain. Para ahli ini direkrut khusus oleh IPTN untuk melatih para insinyur Indonesia.

Saat itu dirinya bekerja sebagai insinyur struktur pesawat dengan spesialisasi di bidang analisis tegangan.  Jenis profesi yang dilakoninya saat itu serupa dengan yang dulu dijalani oleh BJ Habibie saat menjabat sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang di Messerschmitt-Bölkow-Blohm  atau MBB Hamburg (1965-1969).
Sebagai insinyur struktur pesawat, tugas Netta adalah untuk memberikan justifikasi terhadap kekuatan struktur sebuah pesawat terbang. Saat itu, di bawah pimpinan BJ Habibie, IPTN sedang mengembangkan proyek N-250, sebuah pesawat penumpang sipil regional hasil rancangan asli IPTN.

“Saya sangat bangga dapat ambil bagian dalam proyek yang murni produk Indonesia, sehingga saya tidak terganggu sedikit pun oleh fakta bahwa saya bekerja di lingkungan yang didominasi pria. Selama berkuliah di fakultas teknik, saya sudah terbiasa menjadi kaum minoritas. Lagi pula, rekan-rekan kerja saya yang mayoritas pria pada umumnya sangat murah hati dan suportif kepada kami, para  perempuan,” jelas Netta, yang selalu senang menimba ilmu baru.

Petaka Menjadi Berkah

Semangatnya yang menggelora sebagai seorang spesialis muda di industri pesawat terbang tanah air sempat harus membentur kenyataan pahit. Momen yang menjadi catatan paling menyedihkan bagi Netta ini terjadi ketika mengetahui bahwa proyek N-250, yang menjadi primadona IPTN, terpaksa harus dihentikan setelah krisis ekonomi pada tahun 1997.

Beruntung, di masa kritis tersebut ia masih mendapat tempat untuk mengabdikan keahliannya. Pada tahun 1999, ia terpilih untuk bergabung sebagai insinyur analisis tegangan struktur pesawat di sebuah tim kolaborasi antara IPTN dan sebuah perusahaan asal Jerman.

“Saya mengalami lingkungan kerja yang baru sama sekali. Dalam dua tahun itu saya bekerja selama 50 jam per minggu dengan deadline yang begitu ketat,” kisah Netta, yang berkat proyek kerja sama ini mendapat kesempatan bertugas ke Jerman selama beberapa bulan.

Belum sempat berpuas hati, lagi-lagi Netta harus kembali menelan pil pahit ketika menjadi salah satu orang yang terpaksa berhenti dari IPTN oleh karena kebijakan pengurangan pegawai. Meski sempat merasa jatuh semangat,  peristiwa ini justru menjadi titik tolak bagi Netta untuk mengembangkan karier di dunia internasional.

Pengalaman kerja di IPTN dan kolaborasi dengan   para ahli teknisi asing membuatnya berani untuk mencari peluang karier yang relevan di luar negeri. Perusahaan Airbus Ltd. yang berpusat di Bristol, Inggris, menjadi salah satu destinasinya. Kebetulan, di tahun 2005, ketika ia memasukkan lamaran, Airbus sedang banyak merekrut insinyur untuk proyek armada A380.

Masih lekat di ingatannya, momen menegangkan ketika ia harus melalui wawancara jarak jauh dengan pihak Airbus. Dengan perbedaan waktu enam jam, telepon berdering tepat pukul 10 malam waktu Indonesia. “Saya menjawab sejumlah pertanyaan teknis dari pewawancara dalam kondisi anak sedang tidur di sebelah saya. Ia baru berusia tiga tahun saat itu,” cerita Netta, yang sebelum bergabung bersama Airbus mengerjakan modifikasi pesawat militer CN-235, hasil kerja sama Dirgantara Indonesia dengan Turkey Aerospace Industry (TAI).

airbusNamun, liku-liku perjuangannya terbayar dengan senyuman lebar, ketika pihak Airbus menyatakan bahwa Netta lolos seleksi. Maret 2006, ia mulai bekerja sebagai insinyur struktur pesawat untuk proyek armada A380 di pusat Airbus di Inggris. Awalnya, hal ini membuat Netta waswas, apalagi mengingat bahwa sebagai seorang insinyur berkebangsaan asing, ia akan bekerja dalam lingkungan baru dengan berbagai target tinggi yang ditetapkan oleh pihak manajemen.

Namun, ketakutannya ini berangsur mereda saat ia menemukan lingkungan kerja yang sangat suportif. Mereka betul-betul memahami bahwa keragaman membawa nilai tambah bagi perusahaan, baik melalui cara pandang atau cara berpikir yang baru dalam menghasilkan solusi. “Saya dihargai atas pekerjaan saya. Pendapat-pendapat saya juga selalu diperhatikan. Saya jadi terstimulasi untuk lebih kreatif dan profesional di dunia kerja yang seperti ini,” ungkapnya lagi.

Profesionalisme kerjanya selama dua tahun terbukti ketika pesawat Airbus A380 yang dikembangkannya bersama anggota tim yang lain berhasil menerima Sertifikat Tipe dari pihak yang berwenang. “Saya merasa bangga sekali karena telah menjadi bagian dari pencapaian ini. Khususnya ketika saya terlibat dalam perayaan pengiriman pertama A380 ke Singapore Airlines,” ujarnya, menggebu-gebu.

Kini, selama tujuh tahun terakhir, ia dipercaya untuk memastikan kekuatan struktur   pesawat terbang yang mengalami kerusakan dan harus diperbaiki. Di divisinya ini Netta menangani empat insinyur pria dan subkontraktor Airbus dari India. Pekerjaan ini jelas menuntut komitmen yang prima darinya. “Performa yang tepat-waktu dan tepat-kualitas menjadi ‘mantra’ saya dalam bekerja dan memotivasi anggota tim saya,” lanjut Netta.

Untuk membangun kekompakan kerja, Netta tak lupa menggelar acara makan di luar bersama, olahraga, dan family day bersama anggota timnya. “Di kesempatan seperti inilah kami bisa benar-benar mengenal secara pribadi dengan baik. Bagi seorang pemimpin, pengenalan terhadap masing-masing anggota tim saya ini sangat penting. Sehingga, saya tahu apa yang bisa memotivasi dan menggerakkan mereka,” terang Netta, sambil mengatakan bahwa memberikan performa prima merupakan upayanya untuk membuat citra positif bagi  angkatan kerja Indonesia di luar negeri.

Keluarga Nomor Satu

Netta-Amalia-3Total, 15 tahun Netta menerjuni dunia teknologi struktur pesawat. Delapan tahun di Airbus Operation Ltd., dua tahun bekerja bersama perusahaan pesawat terbang asal Jerman GECI-GmbHand, dan lima tahun bekerja di IPTN, membuat jam terbang profesionalnya tidak bisa dipandang sebelah mata. Namun, sebagai seorang istri dan ibu, keluarga tetap menjadi prioritas utama, melebihi karier.

“Selain karena karunia Tuhan, saya tak akan berada di posisi saya saat ini tanpa dukungan penuh dari suami dan anak-anak saya,” ujar Netta, yang sangat mengagumi sosok B.J. Habibie. Tokoh idolanya yang satu ini tidak hanya menginspirasinya di dunia profesional, tapi juga untuk urusan keluarga.

“Saya sangat mengagumi rasa hormat beliau yang tinggi terhadap istrinya. Beliau menyadari bahwa di balik kesuksesannya, ada seorang perempuan luar biasa yang begitu setia dan mendukung beliau di sepanjang hidupnya,” ungkap Netta, penuh kekaguman.

Bentuk syukur dan kekaguman yang sama inilah yang juga dirasakannya terhadap sang suami. Ia merasa sangat bersyukur dikaruniai suami yang selalu membantunya dalam urusan rumah tangga dan punya hubungan yang sangat dekat dengan anak-anak.

“Hal ini sangat melegakan, sebab membuat saya lebih tenang dalam menjalani peran sebagai ibu rumah tangga dan seorang profesional. Dua anak saya juga sudah bisa mengatur aktivitas mereka sendiri dengan sangat baik. Besar rasa terima kasih saya terhadap mereka,” sambung Netta, yang langsung memboyong keluarganya setelah diterima bekerja di pusat Airbus di Inggris.

Netta-Amalia-4Latar belakang profesi suami yang juga dari bidang teknik sangat membantu dalam memahami dunia karier sang istri. Tak hanya mendapatkan pasangan hidup, Netta sekaligus memperoleh ‘konsultasi’ gratis untuk berbagai masalah yang terkait dengan pekerjaan. Suami dan anak-anaknya juga sangat pengertian ketika ia harus meninggalkan mereka untuk perjalanan bisnis ke luar Inggris.

“Bahkan ketika saya sedang mengejar deadline dan butuh konsentrasi tinggi, mereka akan memberi saya waktu dan ruang yang cukup,” ujar Netta, yang sebagai seorang pimpinan juga dipercaya menjadi mentor bagi para insiyur dan subkontraktor Airbus yang baru, termasuk para insinyur asal India yang bekerja sama dengan Airbus.

Umumnya, Netta akan bekerja lima hari dalam seminggu. Namun, ia berkomitmen untuk menetapkan akhir pekan sebagai waktu eksklusif untuk keluarga. “Entah itu untuk bersenang-senang di luar rumah, atau sekadar melakukan pekerjaan rumah tangga. Akhir pekan adalah hari keluarga,” ujar Netta, yang selalu berusaha menciptakan harmoni dalam kehidupan keluarganya. :: FEMINA/nov2014/Naomi Jayalaksana

 

http://www.femina.co.id/waktu.senggang/selebritas/netta.amalia.penguji.sayap.airbus/006/002/1179

Leave a Reply