Indonesia Kaya Cokelat, Ucu Sawitri Mahakaryakan Cokelat

Chef Ucu Sawitri
Chef Ucu Sawitri

“Sebenarnya kita adalah salah satu penghasil cokelat terbesar di dunia, tetapi sayang kita hanya menjadi pengekspor komoditas saja,” kata Ucu Sawitri, penekun seni kreativitas cokelat yang telah membuka mata masyarakat akan sisi seni dari penyajian cokelat.

Lulus dari jurusan Tata Boga Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta [kini bernama Universitas Negeri Jakarta], Ucu Sawitri melihat cokelat sebagai hasil kekayaan alam lokal yang patut digali potensinya sebagai suatu kearifan yang bukan melulu dijelmakan menjadi produk dagangan massal melainkan sebagai suatu medium senirupa yang tak berhingga kemungkinannya. Di sinilah ia melihat peluang bagi dirinya untuk hadir unik di tengah dunia usaha cokelat yang sarat persaingan dari luar maupun dalam negeri.

Ia pun memperdalam pengetahuan dan mengasah keahliannya dengan mengikuti berbagai kursus dan magang pada para seniornya di tata boga yang pakar di pengelolaan cokelat. Semakin kental ia mengenal cokelat, semakin yakin hatinya bahwa cokelat adalah medium ekspresi yang menunggu untuk diangkat ke taraf imajinasi yang lebih bebas, untuk menjadi karya seni. Perlu dicatat, bahwa bahan cokelat asli berwarna netral, bukan warna cokelat, sehingga dapat diwarnai bermacam-macam.

ucu_sawitri_halohaloKarya-karya seni Ucu Sawitri yang disambut penuh antusias dan menjadi liputan media antara lain adalah wayang golek cokelat, baju cokelat, lukisan kanvas cokelat, mesjid cokelat dan chocolate body painting.

“Ide awalnya adalah membuat baju cokelat yang benar-benar dapat dipakai. Bahan dasarnya yang dipakai adalah modeling chocolate (adonan cokelat siap olah),” kata Ucu. Kemudian ia menjelaskan, bahwa modeling chocolate biasa disebut cokelat blok yang dicampur dengan glukos, lalu diolah dengan air dan dimasak pada suhu tertentu. “Setelah itu cokelat didinginkan semalaman agar menjadi adonan yang mudah dibentuk, lentur seperti tanah liat.”

Karya baju cokelat, yang ia peragakan dalam suatu peragaan busana di ibukota pada tahun 2003, ia kerjakan bersama seorang perancang busana terkemuka nasional. Saat itu mereka mengusung tema etnik (Indonesia Style) karena Ucu ingin mengangkat kebudayaan dan menunjukkan bahwa Indonesia termasuk penghasil biji cokelat terbesar ketiga di dunia.

Idenya sendirinya didapat dari pengalaman perjalanannya ke pelosok-pelosok tanah air. Begitu juga dengan bahan-bahan cokelatnya,  Ucu sengaja menggunakan bahan cokelat produksi setempat dari beberapa daerah Indonesia.

“Misalnya, saat saya sedang berada di Medan, saya mengambil bahan cokelatnya dari sana. Sedangkan di Jakarta, saya cukup mengambilnya dari pabrik-pabrik di daerah Tangerang,” ungkap perupa cokelat yang pada tahun 2007 itu tengah membuat lukisan cokelat yang bertemakan dongeng anak-anak asli Indonesia.

Kental Dengan Cokelat Sejak Balita

Ucu lahir di Pematang Siantar, Sumatra Utara, pada tanggal 15 Januari 1967 dari perkawinan kombinasi Jawa-Sunda.  Ia mulai mempunyai hubungan dekat dengan cokelat di usia balita, sewaktu ibunya menasehatinya untuk tidak jajan sembarang. Ibunya rajin membuat kue dan mengajak anak-anaknya untuk ‘bermain’ di dapur. “Saya megang mixer pertama kali waktu masih umur empat tahun,” kenangnya.

Saat remaja, kegemarannya masak-memasak ia jalani sepenuh hati, bahkan setelah lulus SMA ia mengikuti hatinya dan masuk jurusan tata boga. Kegandrungannya pada cokelat tercermin pada hobinya membuat brownies, praline dan truffle. “Saya sudah membuat resep sendiri,” katanya dan kue-kue karyanya laris dijual ke teman-teman kuliah, tetangga dan sanak-keluarga.

Ucu Sawitri dua kali meraih juara dekorasi kue nasional, yaitu pada tahun 1995 dan 1997. Dari kue-kue, ia kemudian memfokuskan dirinya pada penggunaan cokelat sebagai medium seni. Dari tangannya muncullah cokelat berbentuk bunga, bebek, kelinci dan badut.

choc-mod8-vertHingga kini ia berbagi pengetahuan dan ketrampilannya ke masyarakat umum melalui lembaga pendidikan seni cokelat dan dekorasi kue yang ia beri nama ‘The Art of Chocolate and Cake Decoration’ di daerah Rawamangun, Jakarta. Di sini ia membuka kelas-kelas untuk mengajak khalayak umum dewasa maupun anak-anak untuk berkarya seni dengan cokelat, membuat kue dan mendekorasinya.

Sebagai seniman perupa cokelat, Ucu butuh banyak persediaan cokelat untuk uji-coba. “Saya harus meyakinkan banyak orang bahwa saya mampu mengekspresikan kemampuan saya. Saya pun harus memutar otak agar dapat cokelat gratis untuk percobaan,” terangnya.

Berkat prestasinya yang mengagumkan, pada tahun 1998, sebuah perusahaan cokelat terkemuka di Indonesia mengajaknya bekerjasama. Untuk pertama kalinya, Ucu tidak lagi pusing soal persediaan cokelat untuk bereksperimen. Dari sinilah lahir karya-karyanya yang paling dahsyat.

Ucu mengakui ia tidak lagi sering muncul di media. Sejak bencana di Aceh, ia lebih banyak berada di sana membantu pengungsi-pengungsi perempuan korban tsunami. “Di sana saya memberdayakan keterampilan perempuan,” terang Ucu, yang sempat bergabung dengan beberapa badan PBB seperti Unesco dan Unicef, selama di Aceh.

Saat merintis usahanya, ia hanya punya modal uang tidak lebih dari Rp 1 juta dan peralatan masak yang sudah ia miliki. “Saya tidak menggunakan peralatan modern dan daya listriknya pun segitu-segitu saja. Tapi hasil karya saya bernilai tinggi karena ada unsur seninya,” ujarnya penuh antusias.

Menurut hemat Ucu, masyarakat Indonesia kurang sensitif pada berkah kekayaan alam negeri ini, sehingga tak mengarifinya untuk memperkaya budaya. Ia menyayangkan tidak adanya event-event khusus untuk mempromosikan ke masyarakat luas maupun ke dunia potensi seni dan kreativitas cokelat Indonesia sebagai penghasil cokelat tiga-besar dunia.

sumber foto + informasi >>

http://www.halohalo.co.id
http://www.swa.co.id

 

Leave a Reply