Kisah Suleha, Penarik Becak Kota Buaya

sulehabecak.jpg
Pengemudi becak Suleha, Surabaya | VHRmedia

[VHRMEDIA.COM] – MENJADI tukang becak bukanlah idaman semua orang, termasuk Suleha, perempuan berusia 40 tahun asal Palu, Sulawesi Tengah. Saat ditemui di Jalan Tanjung Torawitan Surabaya usai mengantar siswa SD langganannya, Suleha mengatakan pekerjaannya ini adalah pilihan terakhirnya. Keharusan menafkahi putrinya, Juli, 18 tahun, membuatnya melakukan pekerjaan apa saja.

Apalagi kini anak pertamanya sudah mengandung 8 bulan. Suhela harus banting tulang untuk mengumpulkan uang guna menyiapkan kelahiran cucu pertamanya.

Suleha menjadi tukang becak sejak tahun 2000. Sejak suaminya selingkuh dan menikah lagi di tahun 1985, ia terpaksa menghidupi diri dan anaknya. Berbagai pekerjaan telah ia lakoni untuk bertahan hidup. Menjadi pemulung pun pernah dicobanya.

Setiap hari Suleha mengayuh becak dari pukul 6 pagi sampai pukul 5 sore. Langganannya hanya siswa-siswa TK dan SD yang bersekolah di dekat Jalan Tanjung Balai, tempatnya tinggal. Jika nasib baik datang, tak jarang Suleha mendapatkan penumpang selain anak-anak.

Apabila pekerjaan sampingan datang, Suleha tak bisa santai. Apa pun pekerjaannya dilakoninya. Mencuci, menyeterika, serta mengumpulkan kertas, koran, majalah, dan barang-barang bekas yang bisa dijual kembali.

Kaki Mengayuh, Tangan Menggilas Cucian

Jika beruntung, Suleha bisa mendapatkan 3 sampai 4 pesanan mencuci dalam sehari. Untuk setiap cucian, Suleha tidak memasang tarif. Dibayar berapa pun diterima.  “Soal tarif, saya memang tidak menargetkan,” katanya. “Ada sih yang memberi 10 ribu, namun ada juga yang memberi 20 ribu. Semuanya tergantung penilaian mereka sendiri. Yang terpenting bagi saya adalah bagaimana mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita,” ujarnya.

Kini, selain mengayuh becak, Suleha juga bekerja menjadi tukang cuci lepas. Penghasilan dari mencuci dan mengayuh becak tak tak lebih dari Rp 30 ribu per hari.

Dengan penghasilan minim, Suleha hanya mampu menyekolahkan anaknya hingga kelas IV sekolah dasar. Biaya hidup di Kota Buaya tergolong mahal baginya. 

Jika dulu uang yang dihasilkan hanya untuk berdua, dia dan anaknya. Kini, uang tersebut harus dibagi tiga dengan menantunya yang tak berpenghasilan. Bulan depan, uang tersebut harus dibagi empat, Suhela, anaknya, menantunya dan jabang bayi.

Suleha hanya bisa berharap agar menantunya bisa mendapatkan pekerjaan tetap yang setidaknya bisa membantu keuangannya. Namun doa tersebut belum terkabul, sehinga Suhela harus menjadi tulang punggung dua keluarga.

Namun, Suleha tidak ingin sang anak, menantu maupun cucunya mewarisi pekerjaan sebagai tukang becak. Suleha mengatakan, biar dirinya saja yang menjadi satu-satunya tukang becak dalam sejarah keluarganya. “Menjadi tukang becak tidaklah mudah. Selain menghadapi banyak tekanan, tak jarang juga ada makian dan penilaian yang buruk. Saya tak ingin hal itu terjadi pada keluarga saya,” katanya.

Dicurigai Pekerja Seks

Suleha sering dimusuhi tukang becak laki-laki. Bahkan dituduh PSK yang pura-pura jadi tukang becak. Memang banyak duka sebagai tukang becak. Apalagi bagi seorang perempuan. Suhela sering menjadi korban keusilan dan perlakuan tidak senonoh dari sesama tukang becak sampai aparat kepolisian.

Seperti pengalaman pada tahun 2001. Saat itu Suleha usai mengantarkan penumpang ke kawasan Pegirian. Sesampai di depan pos polisi di jalan tersebut, dia dicegat seorang polisi. Merasa tidak bersalah, Suleha bertanya mengapa dihentikan. Alangkah kagetnya, saat polisi itu menuduh dirinya pekerja seks komersial yang menyamar tukang becak.

Suleha mencoba menerangkan tentang dirinya dan mengapa menjadi tukang becak. Namun polisi itu tetap tidak percaya dan menuduh keterangannya sebagai alasan agar terbebas dari razia. Karena kehabisan akal, Suleha berjalan meninggalkan becak yang disewanya Rp 2.000 per hari. Ia memilih berjalan sejauh tujuh kilometer ke rumahnya.

“Sejak saat itu saya trauma jika ada polisi yang mendekat. Bagi saya, lebih baik meninggalkan becak di kantor polisi daripada urusan panjang. Apalagi dengan tuduhan yang tidak jelas macam itu,” kata Suleha.

Dituduh Menyerobot Penumpang

Selain dianggap sebagai PSK, tak jarang Suleha diomeli dan harus bersitegang dengan tukang becak laki-laki. Hal ini terjadi karena Suleha dianggap menyerobot penumpang mereka. Tidak itu saja, onderdil becaknya sering dicuri. Bangku dan ban becaknya pernah hilang. Peristiwa semacam itu sudah sering terjadi, namun Suleha tidak mau berburuk sangka dan menuduh siapa pencurinya.

Saat ini beban kehidupan Suleha sedikit lebih ringan. Berkat keuletannya, kini dia mampu membeli becak sendiri. Ihwal pembelian becak itu cukup unik. Mulanya seorang rekan tukang becak tidak mampu membayar utang Rp 100 ribu kepadanya. Akhirnya teman itu memilih menyerahkan becaknya kepada Suleha untuk membayar utang.

Dari hasil menjadi tukang becak, kini Suleha mampu membeli rumah petak. Meski harus berdesakan dengan Juli, putrinya, dan menantunya, Suleha bersyukur bisa berteduh di rumah sendiri.

Saat ini pelanggan Suleha semakin bertambah. Permintaan mencuci pakaian juga meningkat. Begitu juga hasil dari barang bekas atau rongsokan juga sangat membantu dalam mengarungi kehidupan ini.

Suleha mengaku tidak tahu kapan akan berhenti menjadi tukang becak. Ia hanya mengatakan akan terus mengayuh pedal becak hingga benar-benar tidak kuat dan tidak mampu lagi.

Jika nanti pensiun sebagai pengayuh becak, Suleha ingin membuka warung kecil-kecilan. Saat ini ia terus mengumpulkan modal, meski tak tahu sampai kapan modal itu cukup untuk membuka usaha seperti yang dimpikan. – (VRHmedia.com/06jan2010)

Foto: VHRmedia / Yovinus Guntuur Wicaksono

Leave a Reply