Perempuan Pekerja Safety Perlu Cekat, Jangan “Baperan”

Safety Officer MRT Jakarta turun ke lapangan.

 

JAKARTAMRT.CO.ID – Dari kedalaman 25 meter di bawah permukaan tanah, salah satu pekerja terlihat sangat fokus memotong king post, besi baja batangan yang berfungsi sebagai pengganjal pengecoran salah satu bagian pembangunan Stasiun Bawah Tanah Bundaran Hotel Indonesia. Percikan api berpendar ketika proses pemotongan dimulai. Tidak lama, besi terpotong dan pekerja lainnya sibuk menjaga pergerakan besi yang menggantung tersebut untuk dibawa ke permukaan tanah.

Dari bawah, terlihat sosok perempuan sibuk memberikan arahan kepada kedua pekerja pria tersebut. Pandangannya lekat ke arah para pekerja tersebut. Perempuan dengan seragam kerja berwarna merah itu adalah Sri Handayani, 38 tahun. Ia salah satu karyawan perusahaan subkontraktor konstruksi bagian safety (kesehatan dan keselamatan kerja) yang bertugas mengawasi proses tersebut. “Saya sudah dua tahun sebagai safety,” katanya siang itu. “Tugas saya mengawasi bagian pemotongan, termasuk mengecek apakah pekerja menggunakan helm, rompi, apron, penutup muka, dan lain-lain, biar nggak kena percikan api,” ujarnya di sela-sela suara bising pengerjaan salah satu dari enam stasin bawah tanah fase 1 ini.

Ibu satu anak ini mengakui bahwa meskipun perempuan, porsi kerja tidak dibedakan. “Lagipula, semua harus nurut. Saya ‘kan, bagian safety. Mereka (pekerja) menghargai, kok,” ungkapnya sembari menyeka keringat di wajahnya. “Di sini saya mengawasi tiga orang, semuanya pria,” jelasnya.

Di atas, di permukaan tanah, Fitri Aini terlihat serius berdiri di belakang rombongan pengunjung dari salah satu instansi pemerintah yang sedang mendengarkan pengarahan safety briefing oleh Health and Safety Environment Manager, Suhartono. Fitri adalah salah satu safety officer yang ditugaskan di pembangunan Stasiun Bundaran Hotel Indonesia dan Dukuh Atas, Jakarta. Lajang 23 tahun ini akan mengawal dan mengawasi rombongan yang akan turun ke lokasi pembangunan stasiun bawah tanah ini. Sudah hampir dua tahun ia melakoni pekerjaan ini.

“Tugas saya sebenarnya adalah memastikan keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan terlaksana sesuai peraturan yang berlaku,” katanya. “Tanggung jawab saya antara lain melakukan safety patrol, inspection, hazard report, incident/accident investigation and report, and mapping HSE problem,” ujarnya. Berperawakan kecil sekitar 155 cm, perempuan berjilbab ini terlihat ramah namun tetap menunjukkan ketegasan dalam ucapan.

Suka Pekerjaan Karena Menantang

Sri dan Fitri adalah perempuan yang memilih bekerja di dunia yang dicap sebagai domain laki-laki. Hal ini diakui oleh keduanya. “Tetangga atau kenalan yang suka komen, kok kerja di situ (bidang konstruksi). Nggak ada perempuannya,” ujar Sri sembari tertawa. Tapi Sri merasa senang dan bebas bekerja di luar ruang dari pada di dalam kantor. “Kalau di kantor sama komputer melulu, bosan. Kalau di sini, lebih santai, lebih bebas,” ungkapnya sembari sesekali melihat ke area konstruksi. Fitri pun berpendapat sama. “Saya tidak suka kerja duduk cantik (di dalam ruang kantor), saya menyukai pekerjaan ini karena menantang,” imbuhnya.

Menjadi safety officer membuat Fitri dan Sri harus selalu mencari cara yang sesuai untuk menyampaikan maksud dan tujuan mereka, yaitu memastikan keselamatan para pekerja konstruksi. Suhartono, HSE Manager pun mengakui hal ini. “Membangun budaya dan kebiasaan bekerja yang mengedepankan safety itu membutuhkan waktu,” katanya. “Menjadi orang safety itu harus cerewet dan selalu bicara,” tambahnya sambil tertawa. Fitri menambahkan bahwa sebagai petugas K3 (kesehatan dan keselamatan kerja), ia harus sering mengingatkan pekerja bagaimana bekerja yang aman dan selamat. “Mereka sering lupa untuk menjaga keselamatan sendiri. Kita harus mengamati dengan baik, termasuk cara berkomunikasi dan bekerja. Jadi cara penyampaiannya beda-beda,” ujarnya. “Cara keras nggak selalu berhasil, cara halus belum tentu sukses. Harus banyak akal,” tambahnya.

Sebagai perempuan, Fitri merasa bahwa di zaman sekarang perempuan memiliki kesempatan untuk menjadi apa yang dia inginkan, termasuk bidang konstruksi yang dikenal hanya didominasi kaum pria. “Kebanyakan emang pria, tapi kita (perempuan) juga bisa dan tangguh untuk lingkungan kerja yang keras,” pesannya. “Langkah awal pasti sulit, tapi akan selalu ada orang yang membantu. Jangan gampang menyerah walau susah. Kerja di proyek memang harus cepat tanggap dan nggak boleh baperan,” tambahnya sambil tersenyum. :: JAKARTAMRT.CO.ID/apr2018

Leave a Reply