Mencari Tulisan Perempuan Di Media Massa

Tulisan ini dimuat di Harian Aceh Independen, 24 Juni 2008 dan diturunkan di Milis Perempuan.

Oleh Tabrani Yunis, Direktur Center for Community Development and Education (CCDE), Banda Aceh.

Ketika membaca judul tulisan ini, para pembaca mungkin akan menafsirkan bahwa selama ini perempuan tidak mau menulis. Atau bisa pula dengan tafsiran yang lebih extreme, bahwa perempuan mamang malas menulis. Bisa saja ditafsirkan demikian. Yang namanya tasiran memang berbeda, karena cara pandang atau perspektif juga tidak sama. Maka, kedua-duanya bisa benar atau sebaliknya, sama-sama tidak benar. Oleh sebab itu, agar kita tidak salah tafsir, sebaiknya kita coba gali dan mengulasnya secara bijak.

Ide tulisan ini muncul setelah sekian lama mengamati media surat kabar yang ada di tanah air. Realitas menunujukan bahwa sangat jarang perempuan menulis di media massa seperti surat kabar bahkan juga majalah. Padahal, setiap media cetak menyediakan ruang public yang bisa diisi oleh siapa saja. Sebut saja rubric Opini, perspektif dan lainnya di surat kabar atau majalah yang disediakan untuk public. Semua rubric ini sangat jarang dimanfaatkan oleh perempuan. Tidak percaya ? Coba saja amati media massa yang ada.. Hitunglah, berapa banyak tulisan para perempuan yang muncul dalam satu bulan?

Jawabnya, pasti sangat jarang. Kalau pun ada hanya satu atau dua. Sementara penulis laki-laki, setiap hari bisa mengisi ruang public itu. Lalu dimana posisi perempuan? Mengapa para perempuan kita tidak memanfaatkan ruang public itu? Padahal, ruang public itu disediakan untuk semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Bisa jadi ada banyak pertanyaan yang bisa kita lemparkan kala membicarakan hal ini, walau sebenarnya mungkin hanya sedikit orang yang mempertanyakan hal ini. Ruang public yang bernilai ekonomi dan popularitas ini seakan menjadi milik penulis para laki-laki. Apakah memang media surat kabar atau majalah memang memprioritaskan tulisannya para laki-laki? Kita juga tidak tahu jawabannya. kupu_tulisanDan kita mungkin tidak berhak menjawab pertanyaan itu. Namun, yang paling penting untuk dicatat adalah realitas membuktikan bahwa ” kita memang jarang menemukan tulisan para perempuan”. Oleh sebab itu, selayaknya kita bertanya mengapa sangat jarang kita menemukan tulisan para perempuan?.

Dalam beberapa rangkaian pelatihan menulis bagi perempuan Aceh yang dilaksanakan oleh Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, penulis menemukan beberapa jawaban soal itu. Ada beberapa factor yang membuat tulisan para perempuan tidak muncul di media cetak. Pertama, Para perempuan sering mengatakan bahwa mereka memiliki waktu yang terbatas, terutama yang sudah berkeluarga. Karena waktu mereka habus terkuras oleh urusan rumah tangga. Jadi, tidak memiliki waktu yang cukup untuk menulis. Kesempatan menulis hilang karena waktu yang dimiliki habis tersita untuk urusan rumah tangga, mulai dari terbit matahari sampai terbenamnya mata suami. Faktor ini, telah membuat kemauan perempuan untuk menulis menjadi hilang begitu saja. Kedua, sebagai akibat dari tindakan diskriminasi terhadap perempuan dalam mengakses pendidikan, perempuan menjadi tidak berani dan tidak percaya diri untuk menulis di media. Hilangnya keberanian dan rasa percaya diri untuk menulis, menyebabkan potensi perempuan di bidang ini terkubur. Faktor ketiga, dalam realitas keseharian, sangat sedikit perempuan yang bisa membaca surat kabar sebagaimana halnya kaum laki- laki. Akses perempuan terhadap surat kabar atau majalah, terutama perempuan dari kalangan akar rumput (grassroot). Mereka tidak mampu membeli surat kabar dan juga tidak bisa membaca surat kabar gratis di warung kopi, karena perempuan masih tabu minum kopi di warung kopi sebagaimana layaknya laki-laki. Faktor keempat, sebagai akibat dari tindakan diskriminasi dalam pendidikan, perempuan menjadi kalah bersaing dalam menguasai media sebagai subjek terhadap media. Percaya atau tidak, secara jujur, kita akui bahwa posisi perempuan dalam media, baik media cetak maupun media elektronik, selalu saja dijadikan sebagai objek. Media cendrung memanfaatkan perempuan sebagai sebagai objek, bukan sebagai subjek (pelaku) media. Realitas yang ada, perempuan dieksploitasi untuk kepentingan bisnis dan lainnya yang menguntungkan secara ekonomis bagi pelaku dan pemilik media. Pendeknya, perempuan belum secara optimal menggunakan media sebagai media pembelajaran dan peningkatan kapasitas perempuan. Inilah beberapa factor yang menyebabkan partisipasi perempuan di media massa sangat kurang yang indikatirnya adalah jarang atau kecilnya jumlah perempuan menulis di media cetak. Masih banyak factor lain yang bisa kita gali dari realitas yang ada. Bila factor-faktor tersebut tidak diatasi, maka akses dan kontrol perempuan terhadap media, akan sangat kecil dan merugikan kaum perempuan sendiri.

Potensial dan Bernilai Ekonomi Sebenarnya, perempuan memiliki potensi yang besar dalam menulis. Dikatakan demikian, karena perempuan sebagaimana halnya laki-laki, memiliki kapasitas untuk menulis. Hanya saja, kapasitas tersebut jarang atau tidak digunakan secara optimal. Sebab, apabila kapasitas itu dikembangkan secara optimal, maka potensi menulis di kalangan perempuan bisa muncul dengan sangat baik dan kaya. Bukan hanya itu, adaa kelebihan-kelebihan lain yang dimiliki kaum perempuan dalam menulis, misalnya dalam hal diksi (pemilihan kata) yang cendrung memiliki nilai tambah. Kenyataan ini penulis temukan dalam setiap kali memfasilitasi pelatihan menulis bagi kaum perempuan dari kalangan perempuan akar rumput (grassroot) yang dilakukan CCDE Aceh. Fakta menunjukkan bahwa mereka memiliki potensi yang bagus dan sangat strategis untuk dikembangkan. Dikatakan potensial juga, di samping memiliki kapasitas menulis, kaum perempuan meiliki kekayaan khasanah yang dapat ditulis atau diekspresikan dalam bentuk tulisan. Banyaknya persoalan hidup dan kesulitan hidup yang dialami oleh kaum perempuan akibat dari perspektif dan tindakan diskriminatif terhadap perempuan, menjadi bahan atau materi yang bisa ditulis oleh perempuan. Sebagai contoh, betapa banyak kasus kekerasan terhadap kaum perempuan yang bisa ditulis di media. Para perempuan bisa juga mengulas secara panjang tentang soal kemiskinan perempuan, atau juga bisa bercerita soal budaya yang mengekang perempuan dan banyak lagi hal bisa ditulis dan dimuat di media massa.

Nah, bila perempuan banyak menulis di media massa, sesungguhnya banyak manfaat yang bisa dipetik oleh para perempuan. Paling tidak kita mereka akan memetika beberapa manfaat seperti, manfaat ekonomi. Secara ekonomi, aktivitas menulis bernilai ekonomi. Karena dari aktivitas menulis, para perempuan bisa mendapatkan income dari menulis dalam bentuk honor. Atau kalau mereka menulis buku, maka hasil penjualan buku, akan mengangkat perempuan dari jurang kemiskinan finansial. Di samping keuntungan ekonomi, aktivitas menulis bagi perempuan juga membawa manfaat bagi pengembangan diri (self development). Dengan sering menulis, perempuan akan selalu terdorong untuk membaca, menambah wawasan. Manfaat ini adalah manfaat yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas dalam hal intelektualitas. Karena, ketila seorang penulis menulis, ia akan berusaha mencari bacaan lain sebagai referensi. Karena menulis tanpa membaca, maka ia akan merasa kesulitan dalam mengembangkan sebuah tulisan. Keuntungan lain, sebagaimana juga menjadi hal yang diburu kebanyakan orang adalah popularitas. Ketika perempuan sering menulis di media, maka semakin tinggi frekwensi menulis di media, maka semakin popularlah ia sebagai seorang penulis. Secara psikologis, ketika sulitnya persoalan hidup yang dialami perempuan dan mengganggu kejiwaan, aktivitas menulis tersebut bisa membantu perempuan meringankan beban pikiran. Dengan demikian, menulis menjadi obat bagi perempuan yang sedang diselimuti masalah. Sebenarnya, masih banyak lagi manfaat menulis bagi kaum perempuan. Oleh sebab itu, selayaknya perempuan bisa mengembangkan kapasitas menulis. Pertanyaannya adalah, bagaimana membangun potensi menulis perempuan secara optimal agar mereka bisa lebih aktif menulis di media?

Agaknya, agar perempuan bisa memanfaatkan media massa sebagai media ekspresi, sumber ekonomi, serta media penyembuhan, diperlukan adanya upaya dari berbagai kalangan untuk membangun kapasitas tersebut. Juga diperlukan media pembelajaran bagi perempuan agar mereka bisa mengasah kemampuan menulis, misalnya media alternatif yang memberikan peluang lebih besar bagi perempuan untuk mengekspresikan diri lewat tulisan mereka. Mungkin kehadiran beberapa newsletter, bulletin serta majalah yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi non pemerintah (Ornop) di tanah air, bisa menjadi media pembelajaran atau jembatan bagi perempuan untuk menulis di media massa yang komersil. Bagi perempuan Aceh, kiranya kehadiran majalah POTRET di Aceh yang terbit bulanan, akan dapat memberi ruang dan kesempatan kepada kaum perempuan Aceh saat ini. Atau para perempuan bisa terus memanfaatkan kesempatan ketika banyaknya media masa local di Aceh saat ini untuk menguji kemampuan menulis. Bisakah ? Kita yakin semua bisa dilakukan, asal kapasitas terus ditingkatkan. Semoga saja akan banyak tulisan perempuan hadir di media massa.

Center for Community Development and Education (CCDE)
Jl. Tgk. Chik Lr. E. No. 18
Beurawe
PO. Box 141
Banda Aceh 23001
Indonesia
Telp. +62 651 7428446
Email.
Web : www. ccde. or. id

Leave a Reply