Perempuan Bajo Menganyam Jika Tidak Melaut

[SUARAKOMUNITAS] – Seperti suku-suku lainnya yang ada di Indonesia, Suku Bajo memiliki banyak kesenian. Mulai dari seni tari, musik, suara, sastra, seni rupa, dan seni keterampilan tangan. Seni keterampilan tangan yang paling banyak dikerjakan oleh perempuan Suku Bajo di Desa Mekar, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, adalah menganyam tepo (tikar) dan membuat saraoh (topi yang terbuat dari daun nipah).

Menganyam tepo dan membuat saraoh dilakukan pada waktu-waktu senggang, biasanya saat mereka tidak pergi melaut. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kegiatan ini menjadi pekerjaan sampingan perempuan Suku Bajo. Nusi (72) adalah salah satu perempuan Suku Bajo yang telah melakoni pekerjaan ini sejak usia remaja. Menganyam tipo bagi Nusi tidak terlalu sulit. Namun, ia harus teliti agar tepo yang dihasilkan bermutu bagus. Untuk membuat satu buah tepo, Nusi menggunakan daun pandan dan daun nipah sekaligus. Daun nipah untuk bagian bawah, sementara daun pandan untuk bagian atas.
Pertama-tama, daun nipah harus dijemur hingga kering. Setelah itu, nipah dibentuk menjadi sebuah gulungan agar kedua sisi daun nipah tersebut kembali lurus seperti sebelum dikeringkan. Dalam bahasa Bajo disebut ambuhu. Selanjutnya, daun nipah yang sudah dijadikan gulungan tersebut satu persatu diperkecil dengan menggunakan binggas (pisau yang bentuknya seperti silet.
Untuk mempercantik anyaman tepo yang dihasilkan, Nusi memberikan sumba pada daun nipah sebelum dianyam. Warna yang digemari adalah warna hijau dan merah. Setelah tepo yang terbuat dari daun nipah selesai dianyam, selanjutnya yang dianyam adalah tepo yang terbuat dari daun pandan.
Cara menganyamnya pun sama dengan menganyam tepo yang terbuat dari daun nipah. Selanjutnya kedua anyaman tersebut kemudian dijahit menjadi satu yang lebih dikenal dengan sebutan luppeh (dijahit dengan menggunakan benang besar). Anyaman tepo ini pun diberi nama tepo kolosua. Satu buah tepo biasanya menghabiskan 40 lembar daun nipah, dan membutuhkan waktu seminggu untuk menganyamnya. Dia biasa menjualnya dengan harga Rp 35.000-Rp 65.000 per lembar tergantung dari ukurannya.
Selain menganyam tepo, Nusi juga membuat saraoh. Daun nipah tetap merupakan bahan utama pembuatan saraoh yang biasa digunakan para nelayan Suku Bajo ini ketika mereka pergi melaut. Langkah awal pembuatan saraoh ini sama dengan menganyam tepo, yaitu daun nipah harus dikeringkan terlebih dahulu. Setelah itu daun nipah tersebut kemudian dijahit membentuk lingkaran dengan menggunakan benang.
Lingkaran saraoh yang belum sempurna itu kemudian dijahit lagi dengan menggunakan rotan atau disebut ngalikkar. Setelah proses ngalikkar selesai, Nusi kembali harus menganyam daun nipah untuk dijadikan kepala saraoh. Setelah kepala saraoh selesai dibuat, maka menjelmalah lembaran-lembaran nipa menjadi sebuah saraoh yang sangat cantik. Dalam sebulan biasanya Nusi menghasilkan 20 buah saraoh yang dijual dengan harga Rp 15.000 per buah.
Selain Nusi, masih banyak lagi perempuan Suku Bajo yang menjadikan keterampilan ini sebagai mata pencaharian. (YS) 20/01/2010

Leave a Reply