Tegar Perempuan Lansia Pemecah Batu

[REPUBLIKA] – Bagi sebagian orang pekerjaan berat mengangkut dan memecah batu merupakan pekerjaan laki-laki. Namun, opini itu seakan terbantahkan dengan keberadaan sejumlah wanita pemecah batu di Kampung Tespong, Desa Jaya Mekar, Kelurahan Baros, Kota Sukabumi.

Uniknya, semua wanita yang menjadi pemecah batu berusia antara 60 tahun hingga 70 tahun. Namun usia senja tidak membuat energi dan semangat mereka kendur untuk mencari nafkah sehari-hari.

Aktivitas wanita pemecah batu sendiri rata-rata dimulai sejak pukul 07.00 WIB hingga sore hari. Mereka mengambil batu di pinggiran Sungai Cimandiri yang berada dekat dengan tempat tinggalnya.

Batu itu dibawa ke saung yang berada sekitar 300 meter dari pinggiran sungai. Saung yang atap di atasnya berlubang-lubang itu diisi oleh lima wanita tua.

Salah satu perempuan tersebut adalah Hasanah (70 tahun). Ia sudah empat tahun menjalani profesi sebagai tukang pemecah batu bersama dengan empat perempuan tua lainnya.

“Alhamdulillah masih bisa kerja,” ujar Hasanah, ketika ditemui di saung tempatnya bekerja di pinggiran sungai. Sebelum bekerja sebagai kuli pemecah batu, Hasanah menjadi buruh tani.

Suami yang menjadi tulang punggung keluarga Hasanah telah lama meninggal. Sementara putra satu-satunya telah mandiri dan tinggal di luar Sukabumi.

 

 

Untuk memecah batu, Hasanah hanya menggunakan palu. Tak jarang, tangannya terluka ketika memecah batu yang akan dibelahnya karena tidak dilengkapi alat pengaman.

Kerja keras Hasanah berpeluh dengan keringat sebenarnya tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Untuk memperoleh uang, ia harus mengumpulkan minimal sebanyak seperempat kubik batu. “Untuk mengumpulkan seperempat kubik diperlukan waktu tiga hari,” tutur Hasanah.

Harga seperempat kubik hanya sebesar Rp 11.500. Sejatinya, harga seperempat kubik mencapai Rp 15.000. Namun, selisih harga sebesar Rp 3.500 diserahkan kepada pemilik tempat atau saungnya bekerja.

Pemecah batu lainnya Rumsiah (60) menuturkan hal senada. “Hasilnya memang kecil, tapi mau bagaimana lagi,” imbuh dia. Jika dirata-ratakan, maka hasil kerjanya per hari hanya Rp 3.800. Namun Rumsiah tidak berkecil hati. Ia bersyukur masih bisa mendapatkan rezeki dengan hasil keringatnya sendiri.

“Saya hanya ingin tetap sehat,” ujarnya. Selama menjadi pemecah batu, Rumiah mengaku belum ada pejabat pemerintah yang datang melihat aktivitasnya bekerja.

Pemecah batu lainnya, Enah (64) menuturkan, pekerjaan memecah batu tidak seberat yang dibayangkan. Hal itu dimungkinkan karena Enah sudah selama empat tahun terbiasa memecah batu dengan palu. Selain itu, Enah membawa batu-batuan itu dari sungai dengan tanggan sendiri. :: [REPUBLIKA/des2011]

sumber >> Perempuan Pengumpul Batu di Sukabumi

 

Leave a Reply