Rekor Kripik 272 Jenis Daun Dicetak Ibu-ibu Kampung Pilahan

BRILIO.NET – Keripik bayam atau keripik daun singkong barangkali sudah sangat familiar bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Tapi tak banyak yang tahu dan merasakan enaknya keripik daun anggur, durian, maupun seledri.

Di Kampung Pilahan RW 12 Kelurahan Rejowinangun Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta, berbagai jenis dedaunan bisa dijadikan keripik yang siap makan. Ada sekitar 30 jenis daun yang kini diolah menjadi keripik oleh ibu-ibu kelurahan ini.

Bahkan pada Januari lalu, kampung ini memecahkan rekor berkat mengolah 272 jenis daun menjadi keripik. Daun-daun yang digunakan pun termasuk daun yang jarang tersentuk untuk diolah. “Ada banyak daun, seperti durian, kopi, seledri, dan lain-lain. Durian ada berbagai jenis itu dihitung satu daun,” terang Ketua RW 12, Agus Budi Santoso kepada brilio.net, Selasa (12/5/2015).

Sebenarnya tanaman buah maupun sayuran yang ada di kampung Pilahan tak sebanyak itu, tapi karena ingin mengenalkan kampung yang berstatus sebagai Kampung Wisata Agro Edukasi, mereka menggagas pemecahan rekor dengan mengolah 272 jenis keripik dari daun. Agus menerangkan bahwa untuk mendapatkan jenis daun sebanyak itu, mereka sampai rela mencari ke berbagai daerah, salah satunya ke Semarang.

Meskipun begitu, dalam kesehariannya, jenis keripik yang diproduksi kampung ini tak sampai 272 jenis. Dari jenis daun sebanyak itu, hanya 30 jenis daun yang dijadikan keripik. Hal itu disebabkan dalam produksi tetap harus memperhatikan selera pasar. “Selain itu keripik untuk dipasarkan kan harus lulus BPOM dulu, jadi sementara hanya 30 jenis,” kata Agus.

Meski baru 30 jenis, para ibu-ibu sudah menegaku kewalahan menerima pesanan keripik. “Salah satu yang sedang laris sekarang keripik paru daun singkong, ini harganya Rp 90 ribu per kilo,” terang Agus menunjukkan salah satu produknya.

Pembuatan keripik di kampung Pilahan Rejowinangun ini menjadi salah satu upaya untuk memanfaatkan sayuran yang ditanam di kampung tersebut. Kampung Rejowinangun sekitar dua tahun lalu mendeklarasikan diri sebagai Kampung Wisata Agro Edukasi. Selain itu kampung tersebut juga banyak dikenal sebagai Kampung Sayur. warga di kampung tersebut memanfaatkan halamannya untuk menanam sayuran. Maka tak heran jika melewati jalan kampung tersebut kamu akan menemui banyak jenis sayuran di halaman maupun di pinggir jalan. 

Kampung Pilahan, Yogyakarta, yang dikagumi sebagai Kampung Wisata Hortikultura.

Pilahan, Kampung Sayur

Menginjakkan kaki di kampung ini, pengunjung akan disuguhkan pemandangan yang menyejukkan. Sayuran hijau ada di sepanjang jalan. Jalannya pun bersih, tak ada sampah berserakan. Maklum saja, Kampung Pilahan RW 12 Kelurahan Rejowinangun, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta sejak 2013 dideklarasikan sebagai kampung wisata hortikultura. Kampung ini juga sering disebut sebagai Kampung Sayur. Belakangan, kampung ini memposisikan dirinya sebagai Kampung Agro Edukasi.

Ketua RW 12, Agus Budi Santoso bercerita bahwa kebanyakan warga RW 12 dulunya merupakan petani. Saat lahan masih luas, mereka tak menemui kesulitan untuk bercocok tanam, tapi ketika lahan bertani di kota semakin sempit, keinginan bertani sulit direalisasikan. “Karena semangat untuk bertani masih ada, akhirnya muncul ide untuk menanam dengan media polybag. Tanaman yang dipilih pun tanaman yang mudah, yaitu sayuran,” kata Agus kepada brilio. net, Selasa (12/5/2015). Agus mengungkapkan bahwa dipilihnya sayuran karena selain mudah ditanam, sayuran dianggap tanaman yang mudah ditanam, cepat tumbuhnya, murah dan sering digunakan. Konsep yang diusung sangat simpel, jika mereka butuh sayuran untuk memasak, mereka tinggal mengambil di halaman rumah.

Lantaran mereka hanya menanam di halaman rumah masing-masing, mereka tak menggenjot jumlah produksi karena pasti akan kalah dengan para petani yang punya lahan besar. Meski begitu, terkadang ada juga pengepul yang mau mendatangi rumah per rumah mengumpulkan hasil pertanian yang ada untuk dibeli. “Kadang juga ada warung makanan atau tukang sayur yang membeli sayuran dari warga kami,” terang alumni Teknik Kimia UGM ini. Berjalannya waktu mereka berinisiatif menjadikan kampung tersebut menjadi kampung wisata agro edukasi.

Kampung tersebut dijadikan laboratorium alam bagi anak-anak TK maupun SD untuk belajar tentang pertanian. Agus menuturkan bahwa dalam sebulan bisa ada sekitar tiga hingga empat rombongan yang belajar menanam sayur di kampung tersebut. Pengunjung yang datang akan dikenalkan dengan jenis-jenis sayuran, diajari teknik penanaman, perawatan hingga pemanenannya.

Masalah pun ternyata tak terselesaikan dengan menjadikan kampung tersebut sebagai kampung wisata agro edukasi. Terkadang bisa jadi hasil produksi para warga menumpuk, sementara untuk kebutuhan sehari-hari berlebihan. Akhirnya muncullah inisiatif untuk mengolah sayuran yang ada menjadi makanan ringan. Mereka memilih menjadikan daun-daun sayuran yang ada menjadi keripik. Produksi keripik itu pun masih berjalan hingga kini. Permintaan akan keripik produksi kampung sayur itu pun terus berdatangan. :: BRILIO.NET/Mei2015

https://www.brilio.net/news/ibu-ibu-di-kampung-ini-membuat-keripik-dari-272-jenis-daun-150512n.html

Leave a Reply