Swietenia Puspa Lestari Menyelam Selamatkan Laut dari Sampah

Swietenia Puspa Lestari. Foto: dok. pribadi

Jakarta (Greeners) – Muda, senang menyelam ditambah punya kepedulian untuk menyelamatkan lingkungan, dia adalah Swietenia Puspa Lestari. Lulusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung ini adalah pendiri Divers Clean Action, sebuah organisasi nirlaba pemuda yang bergerak dalam bidang lingkungan dengan fokus pada permasalahan sampah plastik di laut.

Sejak kecil Tenia, begitu ia akrab disapa, sudah memiliki hobi menyelam (diving). Kesukaannya terhadap laut dimulai ketika Ayahnya ditugaskan di sana. Pada tahun 2003 hingga 2007, setiap Sabtu dan Minggu Tenia menemani ayahnya bekerja di salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Pada masa itulah sang Ayah membujuk agar Tenia belajar berenang, snorkling hingga akhirnya menyelam.

“Sebenarnya dulu aku takut sama laut. Ketika aku kecil ikut Bapak dinas ke Pulau Pramuka main air di sana, pulangnya langsung cacar karena dulu Pulau Pramuka sudah kotor, ada masyarakat yang BAB (buang air besar, Red.) di pinggir pantai. Selain itu, kalau melihat pulau pikirannya pasti ada hiu, pokoknya ikan-ikan yang seram. Tapi suatu ketika Bapak mendorong aku untuk melihat dalam laut seperti apa, lengkap dengan peralatan diving dan ternyata (di dalam laut) bagus banget. Jadi belajarlah aku diving tahun 2006-2007 dan akhirnya dapat lisensi diving saat aku SMP kelas 1,” kata Tenia.

Dengan lisensi itu, Tenia sudah melakukan 1.000 kali penyelaman di berbagai lokasi selam di Indonesia. Tempat menyelam favoritnya yakni Pulau Komodo, Raja Ampat dan Pulau Maratua. Dari pengalaman menyelam, Tenia menemukan masalah yang sama yakni sampah laut.

Tenia mengatakan jika laut sudah penuh dengan sampah, ikan-ikan di dalamnya pasti akan tercemar serta ekosistemnya tidak akan sehat. Sedangkan di Indonesia masyarakat banyak yang hidupnya dari laut, seperti nelayang-nelayan di pesisir.

Tenia bercerita bahwa berenang atau menyelam di depan dermaga Kepulauan Seribu saat itu masih sangat bagus, namun lambat laun ketika ia kembali ke Kepulauan Seribu ia menemukan banyak sampah yang berserakan maupun yang mengendap di dasar Pulau Seribu.

“Sedih banget karena dulu tempat buat belajar berenang sampai akhirnya bisa diving sekarang jadi banyak sampah daripada ikannya. Melihat itu aku enggak bisa diam aja, “Harus apa ya?”. Sempat berkonsultasi dengan pemerintah dan dosen-dosen mengenai solusi dari sampah laut ini harus bagaimana tapi clueless (enggak ada petunjuk) juga,” ujar penggemar futsal ini.

Jawaban atas kegelisahan ini akhirnya muncul saat Tenia mendapat kesempatan mempelajari masalah konservasi laut di Amerika dari Kedutaan Besar Amerika Serikat. Di sana ia menemui banyak organisasi nirlaba non-pemerintah (NGO) yang bergerak menangani masalah laut, khususnya sampah laut. Dari kesempatan itu pula ia mempelajari cara mapping, clean up, dan campaign yang terarah.


Mendirikan Divers Clean Action

Swietenia Puspa Lestari. Foto: dok. pribadi

Sepulangnya dari Amerika, Tenia bersama dua temannya yang juga memiliki keresahan akan sampah laut, Nesha Ichida dan Adi Septiono, mendirikan Yayasan Penyelam Lestari Indonesia dan membentuk Divers Clean Actions (DCA). Saat itu baik Tenia maupun kedua temannya masih bertatus mahasiswa tingkat tiga ITB.

Tenia mengaku bahwa keputusannya membentuk DCA dan menjadi aktivis lingkungan sempat ditentang oleh kedua orang tuanya yang menginginkan dirinya membangun karir sebagai Pegawai Negeri Sipil. Namun dengan keseriusan dan totalitasnya menjalankan DCA, kedua orang tua Tenia akhirnya mendukung penuh pilihan Tenia ini.

Saat ini DCA beranggotakan dua belas pemuda yang mempunyai tujuan bersama untuk mengembangkan peran pemuda dalam memerangi masalah sampah laut terutama di pulau-pulau kecil di Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini, DCA bermitra dengan beberapa universitas, badan pemerintah maupun pelaku industri untuk melakukan penelitian.

DCA juga memadukan program lingkungan dengan penyelaman, mengambil peran sebagai fasilitator untuk mengembangkan masyarakat pesisir dan melakukan berbagai kampanye dan pelatihan terkait sampah laut. Semua kegiatan tersebut dilakukannya sepanjang tiga tahun terakhir dengan lebih dari 1.000 sukarelawan di seluruh Indonesia.

“Alasan aku, Nescha dan Adi membuat DCA karena belum banyak kegiatan, komunitas, atau NGO yang bergerak di masalah sampah laut dan gerakan bersih-bersih laut dan pantai. Seiring berjalannya waktu aku sadar kok kalau kita bersih-bersih mendata sampahnya bagaimana ya dan dilaporkan kemana? Dari situ akhirnya baru sadar kalau di Indonesia belum banyak yang mengurus tentang data sampah laut, makanya fokus DCA saat ini adalah pendataan sampah laut,” kata Tenia.

Ia berpendapat bahwa data merupakan catatan atas kumpulan fakta. Jadi kalau tidak ada data akan sulit melakukan perubahan yang diinginkan.

Disamping melakukan pendataan di Kepulauan Seribu, DCA juga mengampanyekan ke masyarakat dan wisatawan untuk tetap menjaga Pulau Seribu tetap bersih, serta tidak menggunakan plastik dan styrofoam. Mereka juga mengajarkan masyarakat di Kepulauan Seribu untuk mendaur ulang sampah di bank sampah.

“Saat ini permasalahan yang ada di pulau-pulau kecil di Indonesia selain soal ketaatan dan perilaku menjaga lingkungan, juga mengenai sistem pengumpulan sampah. Banyak perusahaan yang sekarang sudah menerima daur ulang sampah hingga 2.000 ton bahkan bisa dicampur jenis plastiknya, tapi sampah tersebut harus bersih (saat diterima) yang artinya sudah di pilah di sumber. Jadi, program DCA yang berada di pulau-pulau kecil atau daerah fokus ke masalah pengumpulan sampah,” ujar Tenia.

Upaya Tenia bersama DCA mengedukasi mayarakat pesisir untuk memilah sampah akhirnya membuahkan hasil. Sampah yang sudah terpilah ini dibeli oleh salah satu perusahaan ritel pakaian ternama H&M (Hennes & Mauritz AB) dan dijadikan sarung tangan dan kaus kaki.

Selain itu, DCA juga mengadakan pelatihan cara memerangi sampah laut yang bertujuan membangun kepedulian terhadap laut. “Pada tahun 2017 kami mengadakan Indonesian Youth Marine Debris Summit (IYMDS) dan pada tahun 2018 DCA menjadi tuan rumah workshop YSEALI bertema Sampah Laut,” kata Tenia.


#NoStrawMovement


enia bersama para sukarelawan usai membersihkan sampah pantai dan laut di Kepulauan Seribu. Foto: dok. pribadi

Anak kedua dari tiga bersaudara ini juga menjadi pemrakarsa #NoStrawMovement atau Gerakan Tanpa Sedotan Plastik. Gerakan ini bekerjasama dengan salah satu restoran cepat saji terbesar di Indonesia, Kentucky Fried Chicken (KFC), pada tahun 2017 lalu.

Menurut Tenia, sejak mencanangkan #NoStrawMovement, KFC telah berhasil mengurangi penggunaan sedotan yang cukup signifikan. Data DCA menunjukkan pada akhir 2017 terjadi pengurangan penggunaan sedotan sebanyak 46% di setiap gerai KFC, dan angka tersebut bertambah sejak program #NoStrawMovement diperluas dalam skala nasional pada bulan Mei 2018. Hingga akhir tahun 2018 pengurangan penggunaan sedotan di gerai KFC telah mencapai 91%.

Tenia mengatakan kalau Ayahnya selalu mengajarkan agar jangan menunjuk orang lain untuk berubah. Dalam menghadapi masalah, ia diminta untuk mengenali masalah tersebut, mempelajari sistemnya dan bersama-sama mencari solusinya.

“Aku bekerjasama dengan perusahaan yang menghasilkan plastik juga tidak mudah karena biasanya dunia usaha maunya win-win solution, dari segi binis tetap jalan dan dari segi kampanye juga jalan. Makanya dengan ide-ide yang aku dapat, aku dorong KFC untuk berani mengampanyekan #NoStrawMovement ini. Hasilnya pun baik dan diterima oleh masyarakat walaupun masih ada yang bandel minta sedotan,” ujarnya sambil tertawa.

Sebagai salah satu pemuda yang berhasil mendirikan komunitas lingkungan, Tenia memiliki pesan untuk anak-anak muda, “Aku tidak akan meminta kalian untuk peduli masalah sampah laut karena mungkin saja kalian peduli dengan masalah gunung, sungai, atau apapun. Tapi aku minta apa yang kalian lakukan membawa perubahan bagi diri kalian sendiri dan lingkungan. Membantu menjaga lingkungan setidaknya dengan tidak membuang sampah sembarangan dan bertanggungjawab akan sampah kita sendiri,” katanya menutup pembicaraan. :: greeners.co/
Dewi Purningsih/mar2019

Leave a Reply