Wirausahawan Keripik Balado Tarik Ratusan Perempuan Dari Kemiskinan

christine_hakim_balado-feat
Pengusaha kripik balado Christine Hakim.

Bila mencari oleh-oleh di kota Padang, Sumatera Barat, kini banyak yang langsung ingat pada nama Christine Hakim. Bukan sang bintang film, melainkan sebuah toko oleh-oleh yang berlokasi di Jalan Nipah, dekat Jembatan Siti Nurbaya yang terkenal itu di ibukota Tanah Minangkau. Beragam-ragam pilihan oleh-oleh khas Sumatera Barat dapat dijumpai di situ, tetapi yang menjadi khas toko itu adalah keripik balado buatan Ny. Christine Hakim, yang akrab disapa dengan nama panggilan, ‘Kim’.

Memang keripik balado buatannya sudah menyebar ke mana-mana sebagai oleh-oleh wajib bagi setiap pendatang. Bahkan Indonesian Book of Records [IBOR] bulan Agustus 2008 mencatat Toko Keripik Balado Christine Hakim di Padang sebagai toko makanan oleh-oleh paling laris. Walau demikian, yang masih belum banyak diketahui orang adalah bagaimana kesuksesan keripik ini telah membantu banyak perempuan di Sumatera Barat keluar dari kemiskinan.

Christine Hakim mulai menjual keripiknya pada tahun 1990 dan kini ia terhitung sebagai salah seorang wirausahawan yang paling dikagumi karena dalam satu hari sekitar 300 kilogram keripik balado buatannya habis terjual. Hanya berbekal pendidikan sekolah dasar, Christine membuktikan diri piawai dalam mengelola berbagai sumberdaya yang ada untuk hasil yang dapat menguntungkan. Itulah sebabnya ia mengaku kepada Padang Ekspres bahwa dirinya tidak tega melihat sesama perempuan tidak berdaya di dalam kemiskinan. Ia meyakini bahwa semua orang sebenarnya bisa membuat keuntungan kalau mau berusaha dengan baik dan benar.

Maka sejak bertahun-tahun ini, Christine secara pribadi turun tangan membantu perempuan-perempuan miskin di berbagai daerah di Sumatera Barat untuk memulai usaha rumahtangga membuat makanan-makanan kecil yang bisa disalurkan melalui tokonya di Padang untuk menembus pasar yang luas. Sejauh ini Christine sudah mendampingi sekitar 120 usaha kecil/menengah [UKM] dan awal tahun 2008 ia membentuk Koperasi Wanita Mitra Usaha Christine Hakim yang diharapkan dapat menjadi wahana yang secara berkelanjutan mampu saling mensejahterakan bagi anggota.


Beri Modal Awal Untuk Keluar Dari Keputusasaan

“Kalau bukan karena Christine Hakim, mungkin anak-anak saya tak bisa sekolah,’ kata Lusi, seorang binaan. “Saat itu suami saya, yang bekerja sebagai buruh bangunan, terpaksa menganggur karena tak ada lagi yang mengajaknya bekerja. Sementara sewa rumah harus dibayar, kredit motor sudah dua bulan nunggak dan uang sekolah anak belum dibayar. Waktu itu saya benar-benar putus asa.”

Dalam kondisi putus asa, ia bertemu Christine Hakim. Lusi diberi gagasan agar membuat keripik bilih. Kalau biasanya orang lebih kenal dengan keripik udang, keripik kacang, keripik maco, maka ia diminta untuk membuat keripik bilih. Kenapa bilih?

“Ibu saya juga dulu dibantu oleh Christine Hakim dalam usaha bilihnya di desa Paninggahan, Singkarak. Agar bilih yang kecil-kecil tidak terbuang, lebih baik dipakai untuk keripik. Saya tidak ada modal. Christine yang meminjamkan modal dua juta Rupiah buat beli kompor, bahan dan peralatan lainnya,” papar Lusi.

Dalam proses pembuatan, Lusi dibantu resep dan teknik pembuatan yang dianjurkan oleh Christine agar keripik hasilnya garing. Dalam tempo hanya enam bulan, Lusi berhasil mengantongi keuntungan dalam usaha keripiknya. Dalam sehari, ia bisa memproduksi 40 bungkus. Bahkan selama masa liburan umum, sehari laku terjual 60 bungkus. “Hasilnya lumayan, saya jadi bisa bayar uang sekolah anak dan kredit motor juga lancar. Pinjaman Christine sudah saya bayar dengan cicilan. Saya tak bisa melupakan jasa Christine Hakim, “ ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Seperti diceritakan Lusi, ibunya Marnis, mendapat dorongan dari Christine untuk mandiri dalam berusaha. Dua tahun lalu, ibunya hanya seorang penjual bilih di pekan. Sejak pagi hingga jam 6 sore kerjanya hanya duduk menghadapi onggokan bilih, dan pulang hanya membawa uang sekitar 10-20 ribu rupiah sehari.

”Christine-lah yang memberi ide agar ibu saya mengolah bilih dan dikemas dengan cantik. Sekarang, ibu saya sudah menjadi penampung bilih dan menjualnya di toko Christine. Ibu saya bisa memperbaiki rumah dan hidupnya jauh lebih baik di kampung,” kisah Lusi.


Secara Pribadi Dampingi Setiap Binaan

“Selain membantu modal, saya mendampingi mereka dalam proses pembuatan. Bila mereka buat sendiri rasanya kurang pas, saya langsung kritik, beri jalan keluar supaya lebih sedap. Barangkali karunia Tuhan saya diberi selera yang bagus sehingga bisa menilai. Padahal saya sendiri tak begitu ahli dalam memasak,” ujar Christine Hakim.

Seperti contohnya kipang buatan seorang binaan bernama Fitra di Batusangkar. Selama ini banyak orang membuat kipang dengan menggunakan gula merah. Tapi Christine punya gagasan lain, menyarankan Fitra memakai gula pasir. ”Memang agak susah. Tapi dia mau saya bina. Belum ada di daerah kita yang membuat kipang pakai gula pasir. Dengan binaan saya, penghasilannya langsung naik empat kali lipat. Setelah dua tahun saya bina, ia sekarang sering diundang untuk membagikan ilmunya di mana-mana. Saya senang kalau binaan saya sukses. Apalagi kalau ibu-ibu yang saya bina itu sudah bisa menopang kehidupan rumah tangganya. Saya bangga bila perempuan berhasil,” ucapnya.

Dalam upaya mempermudah masyarakat mencapai jualannya, Christine Hakim membuka cabang di Sentral Pasar Raya Padang lantai 1. Walau lokasi toko utamanya di Jalan Nipah, kawasan Jembatan Siti Nurbaya Muaro Padang, sebenarnya cukup strategis, Christine tetap merasa masih banyak masyarakat yang sulit mencapainya. Selain mempermudah akses, Christine juga menyediakan layanan antar pesanan langsung ke alamat di sekitar kota Padang.

“Kita ingin memanjakan konsumen agar mereka tidak repot. Kita menyadari, konsumen kita kebanyakan pengunjung atau wisatawan dari luar Sumatera Barat. Mereka mungkin repot dan tidak sempat datang karena terbatasnya waktu. Sedangkan mereka perlu oleh-oleh untuk dibawa pulang. Jadi kita bisa antarkan, dengan harga yang sama. Mereka tidak dikenakan biaya antar,”  jelas Chistine yang jeli berbisnis ini.

Menurutnya, jumlah penjualan untuk usaha kecil seperti membuat makanan dan kue-kue tidaklah begitu terpengaruh oleh imbas kelesuan ekonomi. Yang terpengaruh langsung tentulah harga bahan baku sehingga biaya produksi menjadi lebih tinggi. Tetapi mereka bisa menaikkan harga jual, kalau memang harus naik.

“Saya selalu sampaikan kepada para UKM binaan, kalau memang harga jual harus dinaikkan, apa boleh buat. Asal jangan mengurangi  kualitas rasa dari produk kita. Saya selalu tekankan, jangan mengurangi kualitas rasa dengan mengurangi bahan pokoknya. Rasa tetap harus nomor satu,” tandasnya.

sumber-sumber >> www.christinehakim.com + Padang Ekspres + Padang Media

Leave a Reply