Generasi Muda, Renungan Pematung Dolorosa Sinaga

Ia ingin menyampaikan sebuah pesan,
bahwa perempuan adalah sosok
yang terus melawan ketidak-adilan,
dalam bentuk apa pun.

 

 

JAKARTA POST+WEB – Dolorosa yang berarti jalan salib atau jalan penderitaan. Dolo, begitu dia dipanggil teman-teman. Dalam dunia seni dia dikenal sebagai pematung perempuan yang handal. Karya-karya banyak menelisik, menggugah hati nurani karena menampilkan masalah-masalah keimanan, krisis, solidaritas, multikulturalisme, dan perjuangan perempuan.

Dolorosa Sinaga lahir di Sibolga, Sumatera Utara, pada tanggal 31 Oktober 1952. Masa kanak-kanak dilewatinya di Kota Medan dan Palembang. Setelah remaja baru pindah ke Jakarta bersama orangtuanya. Dolorosa adalah anak keempat dari delapan bersaudara, puteri Karel Mompang Sinaga, pengusaha dan pendiri Bumi Asih Group.

Meski telah memasuki usia 60an, is seakan tidak pernah kehabisan tenaga. Kesibukannya penuh dengan kegiatan sosial dan pertemuan, di samping mengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), sambil tetap menjalani jatinya sebagai seorang pematung di berbagai projek.

Bagi seorang Dolorosa, seni adalah hidupnya, penyalur ekspresi emosi dan penenang jiwa, tetapi lebih dari itu semua, seni adalah mediumnya untuk mendesakkan perbaikan sosial.

“Saya merasa terus-terusan tertantang; jika memang kita peduli dengan apa yang terjadi di masyarakat, kita tidak mungkin kehabisan energi,” ungkapnya pada Jakarta Post di bulan September 2015.

Dolorosa saat itu aktif menyiapkan berbagai pameran yang menyajikan karya-karya pematung muda yang berdasar metodologi riset.

Metode seperti itu, katanya, belum pernah digunakan di ranah seni patung Indonesia tetapi kini harus karena kaum muda memiliki lebih banyak peluang untuk melakukan riset.

“Melalui karya-karya hasil riset, kami memberi semacam kesadaran sejarah pada masyarakat sambil turut melestarikan warisan bangsa,” tuturnya.

 

Dolorosa Sinaga di studio Somalaing, Jakarta Timur.

 

Sebelumnya, Dolo sudah menyelenggarakan dua pameran-bersama yang mengangkat karya-karya yang didasari hasil riset terhadap warisan budaya.

Yang pertama adalah pameran “Contemporary Eye of Indonesian Art and Culture Heritage”€ pada bulan Mei 2015, kemudian “€œEkspresi Keindahan Rasa dan Bentuk dalam Gerakan Pencak Silat”€ pada bulan Agustus 2015.

Melalui kedua pameran tersebut, ujarnya, diharapkan kaum mudah bisa melihat bahwa inspirasi tidak hanya datang dari pengalaman pribadi tetapi juga tercetus dari kesadaran akan suatu permasalahan, seperti kemiskinan, budaya, atau bahkan penindasan.

“Selain itu mereka juga bisa melihat diri mereka sendiri sebagai bagiandari perjalanan suatu generasi, melihat diri mereka sebagai pelaku perubahan di dalam tanggungjawab mereka kepada masyarakat,” kata Dolorosa.

Gagasan seperti itu terlahir juga dari keprihatinannya pada kurangnya jiwa merdeka di kalangan generasi muda dalam berpikir dan mencipta, yang menurutnya akan semakin memiskinkan nilai budaya bangsa.

“Teman-teman seniman dari berbagai lembaga dan saya sedang menggarap beberapa projek budaya untuk menyikapi kejadian tahun 1965 yang menjadi titik mula hancurnya kebudayaan di Indonesia,” tegasnya.

Projek ini bukan hanya akan menggugat pemerintah atas tragedi 1965, lanjutnya, melainkan juga mengajak generasi muda untuk kenal-paham tentang zaman itu melalui kerja seni.

“Ini akan menjadi suatu rekonstruksi atau regenerasi budaya karena kami bercita-cita memberi landasan yang lebih baik bagi generasi-generasi mendatang,” ungkap Dolorosa.

“Kaum muda harus memahami pentingnya kemerdekaan kreativitas karena ide-ide dahsyat hanya bisa datang dari mereka yang merdeka.”

 

Karya-karya Dolorosa Sinaga yang menjadi koleksi galeri dan perorangan di mancanegara.

 

Dolorosa pertama kali tertarik pada seni menggambar ketika temannya di SD mengajaknya menggambar. Menginjak dewasa, ia memilih kuliah di IKJ.

Ayahnya tidak setuju, menganggap seni rupa bukan dunia yang cocok untuk kaum perempuan pada zaman itu. Tetapi Dolo berkeras,

Ia lulus dari IKJ pada tahun 1977 untuk kemudian terbang ke London untuk melanjutkan kuliah di St. Martin’s School of Art yang mashur.

Dolorosa juga melanjutkan pendidikannya di Berkeley’s School of Arts, AS, pada tahun 1984 dengan jurusan seni rupa perunggu. Kemudian ia kuliah-kerja di fakultas seni rupa Sonoma State University. Tidak sampai di situ saja, ia masih terus lanjut dengan pengasahan ilmunya.

Sekalipun bertahun-tahun dipengaruhi oleh seni budaya Barat, cita-citanya untuk membangun dunia seni Indonesia tidak pernah pupus. Ia menggunakan bekal ijazah dari pendidikannya di luar negeri untuk membantu projek pemugaran situs penempaan perunggu di Trowulan, Jawa Timur, yang didanai oleh Ford Foundation pada tahun 1985.

Sejak 1983, Dolorosa mengajar mata kuliah seni patung, sejarah seni, seni gambar anatomi dan tubuh di IKJ, dan juga pernah menjabat dekan IKJ.

“Saya selalu suka mengajar; ini bentuk tanggungjawab saya kepada masyarakat, Dengan mengajar, saya juga bisa menjadi bagian dari perbincangan wacana lintas generasi, berbagi apa yang saya tahu dengan generasi-generasi mendatang. Ini penting bagi saya,” kata Dolorosa.

Karya-karyanya, yang umumnya bersosok perempuan, telah menjadi koleksi dan dipamerkan di tempat-tempat kenamaan, seperti International Monetary Fund Gallery di Washington, DC, AS, kantor Bank Indonesia, kantor Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Sol Art Gallery di Chianti, Italia.

Dolorosa hingga akhir tahun 2015 sudah enam kali berpameran tunggal, dan adalah seniman pencipta monumen “Semangat Angkatan 66″€ yang berada di Jl. H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan. 

 

 

Ia juga mendirikan Somalaing Art Studio di Jakarta Timur pada tahun 1987. Di sini ia membuka kelas-kelas seni rupa yang dibimbing oleh beberapa profesional, di samping menerima pesanan pembuatan patung. Studio Somalaing pernah membuat berbagai piala, di antaranya, has also piala Penghargaan Festival Film Indonesia 2014 dan Vidia Award 2014, piala pemilihan Abang None Jakarta, dan piala Penghargaan Yap Thiam Hien maupun Penghargaan Kridha Wanadya Tahama.

Terletak di lokasi yang sama dengan studionya, rumah Dolo, yang ia tinggali bersama suaminya Arjuna Hutagalung, terbuka untuk tamu 24 jam sehari. Rumahnya sering menjadi tempat kumpul untuk berdiskusi dan berdebat tentang berbagai masalah, dari hak-hak asasi manusia hingga politik, budaya dan hak-hak perempuan. Atau, sekadar menjadi tempat untuk bersantai bersama.

“Kami justru suka kalau rumah ramai, ngobrol yang serius atau yang ringan-ringan saja,” lanjut Dolo.

Sekalipun sibuk ke sana ke mari, Dolorosa selalu berusaha menyisihkan akhir pekan untuk pergi ke studio dan bekerja mematung untuk ketenangan hati.

“Saya bisa gila kalau saya tidak membuat patung. Daripada tidur, biasanya saya mengisi hari Sabtu dan Minggu untuk bekerja di studio, kadang sampai subuh,” ujarnya penuh ceria.

 

“Kebersamaan” | Dolorosa Sinaga | 2002

Tema Perempuan

Dolorosa Sinaga dikenal dengan karya-karyanya yang menggambarkan kekuatan perempuan.  Baik mereka sebagai sosok sendiri yang terbeban kehidupan, maupun dalam konfigurasi kelompok yang memperjuangkan kebebasan.  Latar belakang sosiokultural Indonesia masa kini yang banyak diwarnai pelanggaran hak asasi manusia, menjadikan seniman ini terpanggil untuk mengungkapkannya.  Makna yang ingin disampaikan lewat karya-karyanya, yaitu menyadarkan bahwa dalam kerapuhan perempuan sebenarnya selalu menyimpan energi yang tak kunjung padam.  Energi perempuan lekat dengan proses kelahiran dan pemeliharaan kehidupan.

Ia sendiri tidak mengetahui secara pasti, kenapa ia bergelut pada tema itu. Ia menuturkan, bahwa dalam keringkihannya, sosok perempuan memiliki sifat alami yang tangguh dan kuat, layaknya tempaan patung dengan media logam yang digunakannya berkarya selama ini. 

Itulah alasan mengapa Dolorosa membuat patung-patung perempuan dengan struktur yang sangat kuat. Ia ingin menyampaikan sebuah pesan, bahwa perempuan adalah sosok yang terus melawan ketidak-adilan, dalam bentuk apa pun.

Baginya, segala bentuk penindasan terhadap kaum perempuan harus dilenyapkan dari muka bumi, ini karena mereka adalah mata-rantai kehidupan di bumi. :: alih bahasa dari JAKARTAPOST/sept2015 + berbagai sumber web

 

SUMBER-SUMBER

http://www.thejakartapost.com/news/2015/09/22/dolorosa-sinaga-laying-ground-better-future-generations.html

http://galeri-nasional.or.id/collections/844-kebersamaan

http://blog-senirupa.blogspot.co.id/2013/02/21-karya-seni-patung-dan-biografi-dolorosa.htm

http://jakartakita.com/2015/04/13/kilauan-dolorosa-sinaga-dalam-dunia-seni-patung-indonesia/

 

 

Leave a Reply