Mengenang Herlina, Pejuang Trikora yang Tolak Nama Papua

Okki Navarone Wibisono

herlina-sukarelawati-trikora
Herlina dan teman-teman seperjuangan.

KOMPASIANA – Tidak banyak jejak arsip srikandi pejuang perempuan yang ikut dalam perjuangan secara fisik pasca kemerdekaan. Salah satu srikandi pejuang perempuan pasca kemerdekaan adalah Herlina yang terlibat pada operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) operasi Komando Mandala yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto. Trikora dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di alun-alun utara kota Yogyakarta yang isinya :

  1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
  2. Kibarkan sang Merah Putih di Irian Jaya tanah air Indonesia
  3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum

Trikora muncul karena adanya kekecewaan dari pihak indonesia yang selalu gagal dalam upaya diplomasi melalui beberapa perundingan dengan Belanda untuk mengembalikan Irian Barat yang secara sepihak diklaim oleh Belanda.

Satu-satunya Sukarelawati Operasi Trikora

Ketika pada tahun 1961 Presiden Soekarno mengobarkan semangat Trikora, Herlina, yang pada waktu itu di Maluku sebagai pendiri Mingguan Karya yang berkantor di Ternate, merasa terpanggil jiwanya dan mendaftar sebagai salah seorang sukarelawati. Di wilayah Kodam XIV Pattimura namanya sudah tak asing lagi, karena ia kerap menulis di mingguan tersebut.

Melalui Kodam Pattimura, sebagai bagian dari Komando Mandala dan operasi Trikora, Herlina diterjunkan bersama 20 orang sukarelawan untuk melakukan infiltrasi dan operasi gerilya di rimba belantara Irian Barat.

Akhirnya setelah operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di Irian Barat, termasuk dengan aksi penerjunan Herlina di belantara Irian, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-main untuk merebut kembali Irian Barat.

Atas desakan Amerika Serikat, Belanda bersedia menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui Perjanjian New York (New York Agreement). Sesuai dengan perjanjian, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah Merah Putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi provinsi ke-26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya, dan sekarang menjadi Papua.

herlina_soekarno_pendingemas

Pahlawan Berjuluk “Pending Emas”

Herlina atau Herlina Kasim merupakan srikandi pejuang sukarelawati Trikora dan mendapat julukan “Pending Emas” karena ia mendapat penghargaan sebentuk Pending Emas seberat ½ kilogram (500 gram) serta uang tunai senilai Rp 10 juta pada tanggal 19 Februari 1963 atas Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertingi Angkatan Perang Republik Indonesia/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No. 10/PLM.BS – Tahun 1963.

Namun semua hadiah itu, yang juga diberikan kepada para pejuang Trikora lainnya, ia kembalikan kepada Presiden Soekarno karena, katanya, “Saya berjuang untuk bangsa dan negara, bukan mencari hadiah.”

Penghargaan diberikan kepada Herlina karena keberanian dan kegigihannya sebagai sukarelawati pertama yang berani terjun di belantara Irian Barat pada Operasi Trikora.

Namanya pun terukir sebagai salah seorang tokoh pada sejarah operasi lintas udara di tanah air. Keberaniannya yang luar biasa tidak lepas dari kesukaannya berpetualang. Setelah menamatkan SMA, antara tahun 1959-1961 ia berkeliling Indonesia, hingga ke daerah Maluku.

Saat itu situasi di Maluku sendiri, sebagai garis depan, kian memanas menyusul dibentuknya Dewan Papua boneka Belanda. Semangat juang Herlina meledak sehingga ia pun memimpin penduduk di sekitar tempat ia tinggal dalam melakukan demonstrasi menentang Dewan Papua dan mengajak masyarakat bersatu untuk merebut Irian Barat.

Siap Diterjunkan Sebagai Barang Di Irian Barat

Merasa kurang aksi dengan hanya berdemo, diam-diam Herlina mengajukan permohonan kepada Panglima Kodam XVI Pattimura agar dapat diterjunkan di Irian Barat.

Herlina pada waktu pertama kali mendaftar belum memiliki pengalaman terjun, terlebih terjun militer. Akan tetapi hal itu tidak menjadi masalah baginya dan dia pun siap diterjunkan sebagai barang. Panglima Kodam XVI Pattimura akhirnya meluluskan permintaannya, dengan syarat semua ini akan menjadi rahasia antara Herlina dan dirinya.

Sang Pending Emas dilahirkan di Malang, Jawa Timur, pada tanggal 24 Februari 1941. Pendidikan SD di Malang (1953); SMP di Jakarta (1956); SMA di Jakarta (1959); Pendidikan Militer Korps Wanita Angkatan Darat (1963-1964); Pendidikan Atase Pers Departemen Luar Negeri.

Riwayat pekerjaannya ialah sebagai Pegawai Departemen Pertanian di Jakarta (1955-1956), Anggota Militer Korps Wanita Angkatan Darat (1964), Pegawai Departemen Luar Negeri (1964), diperbantukan Departemen Luar Negeri untuk Operasi Khusus; dan Komandan Batalyon Sukarelawati Dwikora (1964).

pendingEMASBuku “Pending Emas”, dari Soekarno ke Suharto

Sebagai seorang penulis yang piawai, perjuangan Herlina dalam operasi Trikora dituangkannya ke buku “Pending Emas” yang terbit pertama kali pada tahun 1964 dengan kata pengantar dari Presiden Soekarno.

Yang menarik, pada edisi cetakan tahun 1985, kata pengantar dari Presiden Soekarno dihilangkan dan digantikan oleh kata pengantar dari Letjen Achmad Taher.

Pada buku edisi kedua itu nama Panglima Komando Mandala, Mayjen Soeharto, ditulis berulang-ulang dan berbunga-bunga. Padahal dalam buku edisi cetakan sebelumnya Herlina tidak menggambarkan kekagumannya kepada Panglima Komando Mandala itu. Alih-alih, pada edisi pertama sama sekali tidak disebutkan nama panglima yang akhirnya menjadi Presiden RI kedua tersebut.

Nama Herlina ternyata sempat terkait suatu skandal persepakbolaan. Menurut catatan arsip salah satu surat kabar pada tahun 1986, ketika berlangsung kompetisi sepakbola Liga Galatama, terjadi skandal pengaturan skor yang dilakukan oleh ofisial klub Caprina (klub Galatama dari Denpasar, Bali) dengan cara menyuap beberapa pemain Makassar Utama, klub yang dimiliki Herlina.

elqg4h5zzbat1eqvrpfgOperasi Rahasia Koran Palsu Ke Malaysia

Selepas masa Trikora, pada tahun 1965 Herlina mendapat tugas dari satuan Opsus (Operasi Khusus) Departemen Luar Negeri untuk menerbitkan koran “Berita Harian” palsu yang akan disebarkan di semenanjung Malaya bersama Taguan Harjo, pelukis komik terkenal dari Medan yang saat itu bekerja di seksi penerbitan Staf Pempen (Pembangunan dan Penampungan) Daerah Militer II Bukit Barisan sebagai pemimpin redaksi.

Koran itu dipilih karena, di samping populer di Malaysia, juga memakai huruf Latin hingga tidak sulit ditiru. Isi koran palsu yang diterbitkan akhir September 1965 itu hampir seluruhnya propaganda anti pembentukan Malaysia.

“Semuanya telah ditentukan oleh ‘kantor pusat’ di Jakarta,” cerita Herlina. Urusan penyebaran menjadi tugas Herlina. Untuk mengangkutnya ke Malaysia dipakai enam buah tongkang ikan yang masing-masing berisi lima “nelayan”. Saya sendiri ikut ke Pontian (sebuah pelabuhan kecil di Perak, Malaysia),” kisah Herlina — yang saat itu menjabat Komandan Batalyon Sukarelawati Dwikora — kepada majalah Tempo Edisi. 25/XI/22 – 28 Agustus 1981.

Waktu itu ia menyamar sebagai nelayan yang mengenakan celana panjang hitam, baju kain kasar dan topi lebar. Di Malaysia telah siap kurir yang akan menyebarkan koran tersebut. Sebelum edisi yang kedua sempat terbit, Gerakan 30 September meletus. Penerbitan koran palsu dihentikan. “Di samping itu kita juga sudah memutuskan ingin berdamai dengan Malaysia,” kata Herlina.

WANITA PENDING EMAS.jpeg

Usul Nama Irian Dikembalikan

Lama tidak terdengar, kabar terakhir tentang sukarelawati Trikora ini terdengar saat ia menghadiri Peringatan 50 Tahun Trikora pada tanggal 19 Desember 2011. Pada kesempatan itu, Herlina mengusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan DPR RI agar nama Papua dikembalikan menjadi Irian.

Menurut Herlina, nama Irian mengingatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah final bagi rakyat Irian. Hal tersebut dapat dibuktikan berdasarkan arsip-arsip yang ada bahwa pada tanggal 1 Mei 1963 United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia hingga kemudian Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969. Ketika itu, mayoritas rakyat Irian Barat memilih bergabung ke Republik Indonesia.

Nama Papua, kata Herlina, identik dengan gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), gerakan separatisme yang justru ditentang oleh para pejuang Operasi Trikora di bawah komando Presiden Soekarno dan operasionalnya dipimpin Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat Mayor Jenderal Soeharto.

“Indonesia harus mengembalikan namanya menjadi Irian. Sehingga tidak ahistoris dengan semangat Perebutan Kembali Irian Barat ke Bumi Pertiwi yang dilakukan oleh para pahlawan pejuang kemerdekaan,” ujarnya seraya mengingatkan persoalan mengatasi ketidakadilan di Bumi Cendrawasih adalah tugas utama pemerintah.

Terlepas dari sejarah di atas, penggunaan nama Papua menggantikan Irian ditegaskan melalui UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.

herlina-kasim-tokoh-wanita-pejuang

Minta Tidak Dimakamkan Di Kalibata

Herlina “Pending Emas” Kasim meninggal dalam usia 75 tahun di Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Gatot Subroto (RSPAD) pada 17 Januari 2015 malam.

Jenazahnya dimakamkan di Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.

“Ibu sudah mengamanahkan demikian. Beliau tidak mau disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta,” kata kata anak laki-laki Herlina, Rigel Wahyu Nugroho, seperti dilansir Antara, 18 Januari 2015.

Menurut keterangan Rigel, jenazah penerima penghargaan “Pending Emas” dari Presiden Soekarno itu sebelum wafat dirawat di rumah sakit selama 13 hari karena penyakit komplikasi. :: KOMPASIANA/NavoroneWibisono/jun2015

Acuan-acuan:

https://www.kompasiana.com/navarone/kisah-herlina-srikandi-pejuang-trikora-menolak-nama-papua_553005a66ea8346f0a8b45b4

Leave a Reply