Suraiya, Rintis Cara Berdialog Untuk Perdamaian di Aceh

 
“Karena kalau kami datang, dan setelah kami pulang” ungkap Suraiya, mengenang kejadian itu,” tentara akan datang dan akan bertanya: ‘siapa mereka’. “
 
“Dan itu resikonya besar,” imbuh Suraiya, nyaris tidak terdengar. “Bisa saja kepala desa dipukul, disiksa, atau bisa saja kami yang dicari.”
 
Kisah pedih lain yang masih diingat jelas oleh Suraiya adalah ketika bertemu ibu-ibu korban konflik, yang parasnya terlihat lebih tua ketimbang usia sebenarnya.
 

“Ternyata mereka baru berusia 35, 30, 25 atau 27 tahun.
Tapi melihat mukanya, saya pikir mereka
sudah 40, 50 atau 55, 60.
Jadi ketakutan, ancaman, teror, trauma itu berdampak
terhadap fisik mereka,” jelasnya
.

 

Sosok pemberani

 
Lebih dari dua puluh tahun memperjuangkan hak-hak perempuan Aceh selama wilayah itu dikoyak konflik bersenjata, Suraiya Kamaruzzaman dianggap mewakili “sosok pemberani dan pantang menyerah”.
 
Dalam berbagai kesempatan, Suraiya terus mengkampanyekan pembelaan terhadap hak-hak perempuan, termasuk di forum-forum internasional yang dia datangi.
 

Penilaian ini seperti itulah yang melatari alasan UNDP,
lembaga di bawah naungan PBB,
memberikan penghargaan perdamaian
kepada dirinya, awal Oktober 2012 lalu.

 
Bersama lima aktivis kemanusiaan dari berbagai negara, dia menerima penghargaan N-Peace di Manila, Filipina.
 
Dalam berbagai kesempatan, Suraiya terus
mengkampanyekan pembelaan terhadap
hak-hak perempuan, termasuk di forum-forum
internasional yang dia datangi.
Keterangan resmi UNDP menyebut, para penerima penghargaan ini merupakan “perempuan-perempuan pemberani”. Mereka disebut pula tak gampang menyerah ketika menjalankan misinya dalam mempromosikan perdamaian. Lantaran kehadiran Suraiyah dan lima orang pemberani lainnya, demikian UNDP, dunia menjadi lebih baik.
 
Ini adalah penghargaan prestisius, setelah sekitar sepuluh tahun silam perempuan berperawakan kecil ini juga menerima penghargaan Yap Thiam Award 2001. Penghargaan ini diberikan kepadanya, karena dia dianggap tak lelah untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan Aceh.
 
“Penghargaan N-Peace ini,” kata Suraiyah, saat saya tanya apa makna penghargaan UNDP bagi dirinya, “merupakan pengakuan terhadap kerja-kerja perempuan.”
 
Dan itu artinya bukan untuk dirinya semata. “Tapi semua teman-teman perempuan. Baik yang bekerjasama dengan saya di Aceh, Poso, Ambon, Papua, dan daerah-daerah konflik lainnya.”
 
Dengan kata lain, lanjutnya, penghargaan tersebut sebagai pengakuan terhadap “kerja” perempuan tersebut.
 
“Karena kita bisa melihat,” katanya dengan tegas,” hampir semua daerah konflik, terutama konflik bersenjata, peran perempuan sangat besar, terutama di tingkat grass roots (akar rumput), dalam upaya mendorong proses perdamaian”.
 

Leave a Reply