Suraiya, Rintis Cara Berdialog Untuk Perdamaian di Aceh

Suraiya Kamaruzzaman (kanan) dan sejumlah aktivis perempuan
dari berbagai negara.
 
[BBCNews] -Puluhan tahun memperjuangkan kaum perempuan korban konflik bersenjata di Aceh, Suraiya dianugerahi penghargaan perdamaian UNDP.
 

“Kenapa perempuan nggak boleh sekolah,
sementara lelaki boleh?”

“Kenapa perempuan menikah usia dini,
lelaki tidak?”

 
Suraiya Kamaruzzaman — di ujung telepon — mengulangi lagi pertanyaan yang pernah dia lontarkan lebih dari dua puluh lima tahun silam — masih dengan nada geram.
 
Usia Suraiya, kala itu, sekitar 15 tahun dan masih duduk di bangku klas tiga SMP di Aceh Besar.
 
Pertanyaan bernada gugatan itu lahir, tatkala perempuan anak kelima dari tujuh bersaudara ini remuk-redam mengetahui sahabat satu bangkunya yang berpikiran cemerlang “harus menikah (di usia dini) dengan seorang lelaki yang tidak dikenal.”
 
Nani, begitu nama samaran bocah perempuan malang itu, bersedia dinikahi pria “yang baru sekali dilihat lewat di depan rumah”, untuk meringankan beban keluarga.
 
“Dia mengalah untuk menikah.,” suara perempuan kelahiran 3 Juni 1968 ini masih terdengar jelas, dalam wawancara melalui telepon dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, di tengah kesibukannya, Selasa, 16 Oktober 2012 lalu.
 
“Sementara adiknya laki-lakinya masih sekolah dengan dibiayai ayahnya.”
 
Tetapi kemarahan Suraiya tak berhenti sampai di sini. “Yang menyakitkan buat saya, tak lama kemudian, satu per satu teman-teman perempuan saya menikah, sementara yang laki-laki masih sekolah.”

Leave a Reply